“Ukir Prestasi, Raih Jati Diri Dengan Usaha, Rasa Cinta, dan Penuh Keikhlasan Kepada-Nya [U Can, If U Think U Can]"

Wednesday, December 31, 2008

saat ini yang paling dicari orang adalah nilai terbaik dari orang lain berupa penghargaan. salah satunya adalah dengan menampilkan yang terbaik dari diri kita dengan menjadi orang yang maksimal dan fokus atas apa yang kita kerjakan. ada beberapa tips agar penampilan di depan umum memukau (bagus dan menarik). tips tersebut adalah sebagai berikut :

  • Kenali audiens (pendengar) apakah termasuk kelompok eksekutif, remaja, orang tua atau majelis taklim
  • Kenakan pakaian yang paling sesuai dengan suasana, materi ceramah, dan pendengar.
  • Pilihlah pakaian yang nyaman, jangan terlalu sempit dan membuatgerah
  • Berpakaiaanlah secara sedarhana tidak berlebihan
  • Pakaian yang dikenakan harus bersiah, rapid an serasi.
  • Sepatu yang akan dipakai, hendaknya disemir terlebih dahuluPastikan bercermin sebelum tampil, atau bertanya kepada teman maupun orang tua, apakah semuanya sudah rapi?
  • Lakukan cek dan ricek terhadap penampilan
  • Niatkan berpakaian untuk menghormati pendengar sehingga bernilai ibadah
  • Hindari perhiasan atau aksesoris secara berlebihan.
  • Selamat mencoba, dan jangan lupa berbagi pengalaman kepada yang lain.

    Thursday, December 25, 2008

    PT. Rio Tinto Indonesia in collaboration with Sampoerna Foundation provides one (1) qualified individual with the opportunity to pursue a Master`s degree in Science, Social Science or Commerce at the University of New South Wales (UNSW), Australia.

    Upon completing the program, scholar is under a (n+1) binding program with PT. Rio Tinto Indonesia, where n = the number of years receiving the scholarship grant. The scholar must apply their knowledge and contribute significantly to PT. Rio Tinto Indonesia for (n+1) year.

    Application deadline is January 30, 2009.

    Basic Eligibility
    Applicant must satisfy ALL of the following conditions:
    1. Indonesian citizen who is under 35 years of age when lodging the application.
    2. Hold a local Bachelor`s degree from any discipline with a minimum Grade Point Average of 3.00 (on a 4.00 scale).
    3. Have a minimum of two-year full-time professional work experience after the completion of the undergraduate degree.
    4. Submit the required English language requirement (TOEFL/ IELTS) and the Graduate Admission Test as required by each program, after the applicant is selected as the scholarship finalists:


    - International TOEFL with a minimum score of 577 (PBT) or 233 (CBT) or 90 (IBT), OR
    - International English Language Testing System (IELTS) of minimum 6.5

    1. Adhere with the scholarship rules and regulations, particularly in the (n+1) binding program with PT. Rio Tinto Indonesia.
    2. Currently did not enroll in graduate or post-graduate program, or obtained a Master`s degree or equivalent.
    3. Did not enroll or graduate from an overseas tertiary institution, unless was on a full scholarship.
    4. not receive other equivalent award or scholarship offering similar or other benefits at the time of the award.
    5. Demonstrate that without the scholarship, applicant is not able to afford an Overseas Graduate Program.

    Scholarship Value
    The scholarship` s worth is approximately AUD 68,000.- depending on the program`s fee, for the duration of study. This covers the following:
    1. Graduate Admission Test and TOEFL/ IELTS reimbursement, one time only, based on original invoice, for the test taken no more than 6 months prior to the scholarship application;
    2. University application fee;
    3. Student visa application fee;
    4. Return airfares from Jakarta to Sydney;
    5. Tuition fees, for the duration of study;
    6. Living allowance, to support living costs during period of study;
    7. Literature allowance, to purchase textbooks required for study.

    How to Apply?
    Download the application package (application, reference and health information forms) at http://www.sampoernafoundation.org/content/view/1334/139/lang, en, or obtained it from:

    Sampoerna Foundation
    Sampoerna Strategic Square
    North Tower, 26th - 27th Floor
    Jl. Jend. Sudirman Kavling 45 Jakarta 12930
    When submitting the application package, please write "Rio Tinto-S2" at the top right hand corner of the envelope. Sampoerna Foundation will consider the completed applications and will notify the short-listed applicants to attend the continuing stages of the selection process.
    Interested applicants who meet the requirements must complete and return the application package by the deadline (January 30, 2009) to Sampoerna Foundation office.

    E-mail applications will not be considered.

    Further Information
    Prospective applicants are advised to directly contact the University of New South Wales (UNSW) directly or Australian Education Center (AEC) to find out about the admission process and requirements for an enrolment.

    Applicants`s inquiries about the scholarship (requirements, conditions, coverage, etc.) should be directed to Sampoerna Foundation (62 21 5772340/ ella.cecilia@sampoernafoundation.org).
    Regards, Ella Cecillia
    Program Department
    Putera Sampoerna Foundation
    Sampoerna Strategic Square, North Tower, 26th Floor
    Jl. Jend. Sudirman Kav.45, Jakarta 12930
    Phone: 62 21 5772340 ext. 7130/ Fax. 62 21 5772341
    E-mail: ella.cecilia@sampoernafoundation.org

    Website: www.sampoernafoundation.org

    Saat kau berumur 1 tahun, dia menyuapi dan memandikanmu.
    Sebagai balasannya, kau menangis sepanjang malam.

    Saat kau berumur 2 tahun, dia mengajarimu bagaimana cara berjalan.
    Sebagai balasannya, kau kabur saat dia memanggilmu.

    Saat kau berumur 3 tahun, dia memasakkan semua makananmu dengan kasih sayang.
    Sebagai balasannya, kau buang piring berisi makanan ke lantai.

    Saat kau berumur 4 tahun, dia memberimu pensil berwarna.
    Sebagai balasannya, kau coret-coret dinding rumah dan meja makan.

    Saat kau berumur 5 tahun, dia membelikanmu pakaian-pakaian yang mahal dan indah.
    Sebagai balasannya, kau memakainya untuk bermain di kubangan lumpur dekat rumah.

    Saat kau berumur 6 tahun, dia mengantarmu pergi ke sekolah.
    Sebagai balasannya, kau berteriak."NGGAK MAU!!"

    Saat kau berumur 7 tahun, dia membelikanmu bola.
    Sebagai balasannya, kau lemparkan bola ke jendela tetangga.

    Saat kau berumur 8 tahun, dia memberimu es krim.
    Sebagai balasannya, kau tumpahkan hingga mengotori seluruh bajumu.

    Saat kau berumur 9 tahun, dia membayar mahal untuk kursus bahasamu.
    Sebagai balasannya, kau sering bolos dan sama sekali tidak pernah berlatih.

    Saat kau berumur 10 tahun, dia mengantarmu ke mana saja, dari kolam renang hingga pesta ulang tahun.
    Sebagai balasannya, kau melompat keluar mobil tanpa memberi salam.

    Saat kau berumur 11 tahun, dia mengantar kau dan teman-temanmu ke bioskop.
    Sebagai balasannya, kau minta dia duduk di baris lain.

    Saat kau berumur 12 tahun, dia melarangmu untuk melihat acara TV khusus orang dewasa.
    Sebagai balasannya, kau tunggu sampai dia di keluar rumah.

    Saat kau berumur 13 tahun, dia menyarankanmu untuk memotong rambut, karena sudah waktunya.
    Sebagai balasannya, kau katakan dia tidak tahu mode.

    Saat kau berumur 14 tahun, dia membayar biaya untuk kempingmu selama sebulan liburan.
    Sebagai balasannya, kau tak pernah meneleponnya.

    Saat kau berumur 15 tahun, dia pulang kerja ingin memelukmu.
    Sebagai balasannya, kau kunci pintu kamarmu.

    Saat kau berumur 16 tahun, dia ajari kau mengemudi mobilnya.
    Sebagai balasannya, kau pakai mobilnya setiap ada kesempatan tanpa peduli kepentingannya.

    Saat kau berumur 17 tahun, dia sedang menunggu telepon yang penting.
    Sebagai balasannya, kau pakai telepon nonstop semalaman.

    Saat kau berumur 18 tahun, dia menangis terharu ketika kau lulus SMA.
    Sebagai balasannya, kau berpesta dengan temanmu hingga pagi.

    Saat kau berumur 19 tahun, dia membayar biaya kuliahmu dan mengantarmu ke kampus pada hari pertama.
    Sebagai balasannya, kau minta diturunkan jauh dari pintu gerbang agar kau tidak malu di depan teman-temanmu.

    Saat kau berumur 20 tahun, dia bertanya, "Dari mana saja seharian ini?"
    Sebagai balasannya, kau jawab,"Ah Ibu cerewet amat sih, ingin tahu urusan orang!"

    Saat kau berumur 21 tahun, dia menyarankan satu pekerjaan yang bagus untuk karirmu di masa depan.
    Sebagai balasannya, kau katakan,"Aku tidak ingin seperti Ibu."

    Saat kau berumur 22 tahun, dia memelukmu dengan haru saat kau lulus perguruan tinggi.
    Sebagai balasannya, kau tanya dia kapan kau bisa ke Bali.

    Saat kau berumur 23 tahun, dia membelikanmu 1 set furniture untuk rumah barumu.
    Sebagai balasannya, kau ceritakan pada temanmu betapa jeleknya furniture itu.

    Saat kau berumur 24 tahun, dia bertemu dengan tunanganmu dan bertanya tentang rencananya di masa depan.
    Sebagai balasannya, kau mengeluh,"Aduuh, bagaimana Ibu ini, kok bertanya seperti itu?"

    Saat kau berumur 25 tahun, dia mambantumu membiayai penikahanmu.
    Sebagai balasannya, kau pindah ke kota lain yang jaraknya lebih dari 500 km.

    Saat kau berumur 30 tahun, dia memberikan beberapa nasehat bagaimana merawat bayimu. Sebagai balasannya, kau katakan padanya,"Bu, sekarang jamannya sudah berbeda!"

    Saat kau berumur 40 tahun, dia menelepon untuk memberitahukan pesta ulang tahun salah seorang kerabat.
    Sebagai balasannya, kau jawab,"Bu, saya sibuk sekali, nggak ada waktu."

    Saat kau berumur 50 tahun, dia sakit-sakitan sehingga memerlukan perawatanmu.
    Sebagai balasannya, kau baca tentang pengaruh negatif orang tua yang menumpang tinggal di rumah anak-anaknya.

    Dan hingga suatu hari, dia meninggal dengan tenang. Dan tiba-tiba kau teringat semua yang belum pernah kau lakukan, karena mereka datang menghantam HATI mu bagaikan palu godam.


    Tahukah Kita

    Kita lahir dengan dua mata di depan wajah kita, karena kita tidak boleh selalu melihat ke belakang. Tapi pandanglah semua itu ke depan, pandanglah masa depan kita.

    Kita dilahirkan dengan 2 buah telinga di kanan dan di kiri, supaya kita bisa mendengarkan semuanya dari dua buah sisi. Untuk bisa mengumpulkan pujian dan kritik dan menyeleksi mana yang benar dan mana yang salah.


    Kita lahir dengan otak didalam tengkorak kepala kita. Sehingga tidak peduli semiskin apapun kita, kita tetap kaya. Karena tidak akan ada satu orang pun yang bisa mencuri otak kita, pikiran kita dan ide kita. Dan apa yang anda pikiran dalam otak anda jauh lebih berharga dari pada emas dan perhiasan.

    Kita lahir dengan 2 mata dan 2 telinga, tapi kita hanya diberi 1 buah mulut. Karena mulut adalah senjata yang sangat tajam, mulut bisa menyakiti, bisa membunuh, bisa mengoda, dan banyak hal lainnya yang tidak menyenangkan. Sehingga ingatlah bicara sesedikit mungkin tapi lihat dan dengarlah sebanyak-banyaknya.

    Kita lahir hanya dengan 1 hati jauh didalam tulang iga kita. Mengingatkan kita pada penghargaan dan pemberian cinta diharapkan berasal dari hati kita yang paling dalam. Belajar untuk mencintai dan menikmati betapa kita dicintai tapi jangan pernah mengharapkan orang lain untuk mencintai kita seperti kita mencintai dia.

    Kawan….Berilah cinta tanpa meminta balasan dan kita akan menemukan cinta yang jauh lebih indah.

    Friday, December 5, 2008

    Butuh Saran

    Salam kenal bagi siapa yang membuka page ini.
    Aku orang yang termasuk selalu ingin berubah dengan proses pembelajaran, dan aku harap engkau juga begitu.
    Ini adalah foto diriku yang telah aku edit dengan sedikit keahliaanku. Bagi ku ini bukan apa-apa bila dibandingkan dengan foto yang telah diedit oleh orang yang ahli. dan aku ingin menjadi salah satu orang yang ahli dibidang pengeditan dan desain grafis.
    Ya...walau, tidak sejalan dengan pendidikan yan ku geluti, tapi aku suka itu.
    Aku ingin jadi orang yang ahli (pinter) desain, untuk itu aku butuh saran dan kritikan dari mu kawan.
    sampaikan kritikan dan saran mu, aku selalu menunggunya :

    Gambar 1



    Gambar 2


    Gambar 3




    Wednesday, November 19, 2008


    Perusahaan NIKE menuliskan AIR dengan pelesetan nama ALLAH di sepatu...

    Entah apa maunya perusahaan NIKE ini? apakah ingin memunculkan kontrovesi atau kesengajaan untuk melukai hati ummat Islam? Allah, Tuhan Yang Maha Esa dihina lagi, setelah kemarin nabi Muhammad kekasih allah dan ummat Islam ini dihina dengan karikaturnya. Sekarang nama Allah diletakkan di sepatu sebgai tempat kaki manusia. Apakah kita layak diam? Pemboikotan mungkin langkah yang terbaik saat ini atas sepatu ini, dan menyebarkan berita ini adalah bagian dari pemboikotan.

    sumber = mastw.blogspot.com

    Federasi Teater Indonesia (FTI) tahun 2008 ini akan menyelenggarakan Sayembara Penulisan Naskah Drama Nasional yang terbuka tidak hanya bagi pekerja teater atau para penulis naskah dan pengarang, tapi bagi siapa saja yang memiliki minat untuk menulis naskah drama. Tidak peduli ia aktifis atau pekerja dari kesenian lain atau mungkin bidang atau profesi yang tidak berhubungan sama sekali dengan kesenian (teater).

    Sayembara ini juga terbuka lebar bagi warga Indonesia yang berdomisili di luar negeri, tak ada batasan usia, bahkan juga dibebaskan dalam tema, jumlah halaman, termasuk bentuk ungkapannya. Peserta hanya diharapkan menghindari pelecehan SARA dan mengunakan bahasa Indonesia “Naskah memiliki potensi yang penting dalam perkembangan seni teater modern. Inovasi atau pembaharuan data teater dapat bermula disini. Kami mengharapkan muncul naskah-naskah baik yang tidak hanya mengangkat seni teater di Indonesia tapi juga kian mendekatnya pada publik penontonnya sendiri “kata Radar Panca Dahana Pembina FTI tentang latar sayembara ini.

    Ketentuan:
    1. Usia bebas, domisili bebas, jumlah halaman bebas, tema bebas, berbahasa indonesia,tidak SARA, original,
    2. Kirimkan karya anda dalam file digital (soft copy), 4 buah dalam bentuk hard copy, poto copy KTP/identitas lainnya, biodata dan surat pernyataan original, belum pernah diterbitkan dan tidak sedang diikutsertakan dalam lomba (bermaterai rp 6000).

    Kirimkan ke alamat :
    Jln Kebagusan Dalam no 59, Jagakarsa, Jakarta Selatan 12520. email: ftindonesia@yahoo.com. Telp 021-98275912.

    Batas waktu pengiriman 5 Desember 2008 (cap pos)
    Tersedia hadiah total Rp. 30 juta rupiah untuk katagori pemenang utama dan 5 terbaik. Para pemenang akan diundang khusus pada malam Refleksi FTI dan Anugerah FTI 2008, 27 Desember 2008, di Taman Ismail Marzuki.

    Contact Person:
    Olive
    Koordinator SPNDN
    HP no. 085280383999


    Wednesday, November 12, 2008

    Open Your Heart


    Banyak orang bilang, cinta begitu sulit ditebak. Ia bagaikan burung yang menari-nari disekeliling kita, mengepakkan sayapnya yang penuh warna, memikat dan menarik hati kita untuk menangkapnya. Saat kita begitu menginginkan cinta dalam genggaman, ia terbang menjauh. Namun saat kita tidak mengharapkan, cinta hadir tanpa diundang. Kitapun tidak bisa memaksakan cinta sekehendak hati kita. Memang, cinta adalah fenomena hati yang sulit dimengerti.

    Sebenarnya kita tidak perlu memeras otak terlalu keras untuk mengerti cinta. Bahkan semakin keras kita memikirkan cinta, maka semakin lelah pula kita. Cinta adalah untuk dirasakan, bukan dipikirkan. Yakinlah bahwa cinta yang kita inginkan akan datang pada saat yang tepat. Namun bukan berarti kita hanya duduk menanti cinta.


    Sebarkanlah cinta pada keluarga, sahabat-sahabat kita dan sesama. Dengan memberikan cinta, maka kita telah ”mengundang” cinta untuk datang. Kita hanya perlu membuka hati. Biarkan kecantikan hati kita memancar, mempesona cinta-cinta yang terbang disekeliling kita hingga akhirnya hinggap dan bersemayam di hati selamanya.


    Open your heart, then it will find its own way...

    Telah dibuka pendaftaran gelombang II untuk Program Magister Teknik Elektro Institut Teknologi Bandung angkatan 2008 untuk Bidang Khusus Teknologi Media Digital & Game s.d. 24 Oktober 2008 bagi sarjana jurusan teknik dan sains. Program akan dijalankan selama 18 bulan (Februari 2009 s.d. Juli 2010) dengan didahului oleh tahap matrikulasi November s.d. Desember 2008 bila diperlukan). Program dilaksanakan dengan berbagai skema:

    Skema Umum dan Skema Beasiswa Unggulan 2008 BPKLN Depdiknas
    Informasi lebih lanjut dapat menghubungi:
    Bpk. Adis Suwardi (adis@lskk.ee.itb.ac.id)
    Ibu Yati Suyati (yati@lskk.ee.itb.ac.id )
    LabTek VIII Lt. 2
    Lab. Sistem Kendali dan Komputer - Insititut Teknologi Bandung
    Jl Ganesa 10 Bandung
    Telp/Fax.: 022-2500960/ 022-2534217

    Program Kerjasama dengan SEAMEO/SEAMOLEC.
    Informasi lebih lanjut dapat menghubungi:
    Bpk. Khalid Mustafa (SEAMO/SEAMOLEC, secretariat@seamolec.org )
    Komplek UT, Jl. Cabe Raya, Pondok Cabe, Pamulang, Jakarta 15418
    Telp/Fax.: 021-7422184, 7423725,7424154 / 021-7422276

    Direncanakan beberapa mahasiswa yang berprestasi akan mengerjakan Produk Akhir dan Tesisnya di beberapa Perguruan Tinggi di Korea dengan skema pembimbingan bersama. Program merupakan kerjasama antara STEI - ITB dan BPKLN (Beasiswa Unggulan) serta STEI-ITB dan SEAMO/SEAMOLEC.

    Tipe Laki-Laki Sejati

    Aku bertanya pada Bunda, bagaimana memilih Lelaki Sejati ?
    Bunda menjawab, Nak..........
    Laki-laki Sejati bukanlah dilihat dari bahunya yang kekar,
    Tetapi dari kasih sayangnya pada orang disekitarnya
    Laki-laki Sejati bukanlah dilihat dari suaranya yang lantang,
    Tetapi dari kelembutannya mengatakan kebenaran
    Laki-laki Sejati bukanlah dilihat dari jumlah sahabat di sekitarnya,
    Tetapi dari sikap bersahabatnya pada generasi muda bangsa
    Laki-laki Sejati bukanlah dilihat dari bagaimana dia dihormati ditempat
    bekerja,
    Tetapi dari bagaimana dia dihormati di dalam rumah
    Laki-laki Sejati bukanlah dilihat dari kerasnya pukulan,
    Tetapi dari sikap bijaknya memahami persoalan
    Laki-laki Sejati bukanlah dilihat dari dadanya yang bidang,
    Tetapi dari hati yang ada dibalik itu
    Laki-laki Sejati bukanlah dilihat dari banyaknya wanita yg memuja,
    Tetapi komitmennya terhadap wanita yang dicintainya
    Laki-laki Sejati bukanlah dilihat dari barbel yang dibebankan,
    Tetapi dari tabahnya dia menghadapi lika-liku kehidupan
    Laki-laki Sejati bukanlah dilihat dari kerasnya membaca kitab suci,
    Tetapi dari konsistennya dia menjalankan apa yang ia baca

    Saran ku :
    Ikhwan : Tetap jadi yang terbaik dengan sikap laki-laki sejati
    Akhwat : Jangan salah pilih

    Monday, November 10, 2008

    Ini adalah foto-foto saat diriku berada di Surabaya. Hadirnya diriku di kota pahlawan bukan tanpa alasan, tapi aku mencoba memberikan yang terbaik buat Aceh, buat UNSYIAH, buat orang tuaku. ini adalah kenangan ku saat mengikuti Kompetisi karya Tulis Mahasiswa Bidang Lingkungan Hidup (KKTM-LH) yang diadakan oleh DIKTI dari 31-2 November 2008.

    Semoga foto-foto ini memberikan kita inspirasi dan motivasi agar kita selalu berusaha memberikan yang terbaik dalam hal prestasi menulis.
    aku, rian mengundang semua orang yang ingin berprestasi, yang ingin mengukir peta kehidupan dengan sepercik langkah kesuksesan.

    Mari aku menunggu kalian saudaraku, aneuk-aneuk nanggroe. Mari kita ukir tinta emas untuk tanah rencong, tanah keliharan kita; Aceh dan UNSYIAH.


    Mungkinkah menyampaikan Islam pada seseorang yang hanya punya waktu sekitar 30 menit? Jelas mungkin, karena Rasulullah pernah didatangi seorang Badui yang bertanya tentang Islam tanpa turun dari kudanya, dan orang Badui itu kemudian kembali ke kaumnya sebagai da'i. Rasulullah juga pernah dengan tiga alinea menerangkan Islam

    Setiap agama yang ada, setiap organisasi, bahkan setiap negara, selalu memiliki asas pokok, yang akan menentukan tujuan yang harus dicapai serta langkah-langkah yang akan ditempuh, yang merupakan "Anggaran Dasar" bagi anggota atau pengikutnya.

    Barang siapa ingin memasuki salah satu "organisasi" tadi, yang harus dilakukan pertama-tama adalah mempelajari "Anggaran Dasar"-nya. Kalau sesuai dengan jalan pikirannya dan yakin kebenarannya (tanpa keraguan), maka ia boleh mendaftar menjadi "anggota", dengan segala hak dan kewajibannya. Pokoknya bila sudah masuk, ia harus berbuat untuk "organisasi" dengan penuh keikhlasan, guna menunjukkan loyalitasnya, termasuk selalu menjaga nama baik "organisasi", dan tidak mengerjakan pekerjaan yang bertentangan dengan asas dan peraturan "organisasi".

    Demikian juga Islam. Siapa yang ingin masuk Islam, pertama-tama ia harus menerima asas-asas aqliyah (asas-asas yang bisa diterima nalar) untuk kemudian menjadikannya sebagai keyakinan dasar (aqidah)

    Keyakinan Dasar Dengan Nalar
    Bila kita perhatikan, setiap benda di alam ini selalu memiliki awal atau selalu tergantung pada yang lain. Akal sehat kita mengatakan, bahwa kalau demikian tentu ada "sesuatu yang paling awal", yang tidak tergantung pada yang lain lagi. "Sesuatu" ini haruslah yang menciptakan semua yang lain, dan menjadikan semua yang lain itu tergantung padanya, atau pada keteraturan alam yang diciptakannya. Dan untuk itu "pencipta awal" ini tidak boleh sama dengan semua yang diciptakannya. Sang Pencipta inilah yang dalam konsep Islam disebut "Tuhan". Tuhan dalam konsep Islam adalah yang menciptakan langit dan bumi beserta segenap isinya, beserta segenap keteraturan di dalamnya. Dia tak tergantung pada apapun yang ia ciptakan, tak tergantung pada ruang dan waktu, dan karenanya memiliki kehendak mutlak. Apapun yang Dia inginkan, pasti terjadi.

    Sesungguhnya setiap manusia juga memiliki naluri "membutuhkan Tuhan", walaupun tanpa konsep yang jelas. Dalam kondisi terjepit, atau dalam keadaan penuh dilemma, manusia membutuhkan "keajaiban" atau "cahaya" yang akan melepaskannya dari kesulitannya itu.

    Tapi walaupun akal dan naluri manusia mengatakan Tuhan itu harus ada, namun Tuhan tidak bisa kita deteksi dengan panca-indera kita, karena Tuhan berbeda dengan semua ciptaan. Dia supra natural. Kita tidak mungkin mengenal Tuhan bila tidak Tuhan sendiri yang mengenalkan diri-Nya pada kita. Keadaan ini seperti kenyataan, bahwa setiap dari kita yakin punya seorang ibu, tapi bila ibu kita tidak mengenalkan dirinya, mustahil kita tahu, siapa ibu kita sesungguhnya, apalagi tahu apa keinginannya.

    Tuhan mengenalkan dirinya dengan perantaraan seorang utusan. Utusan ini harus membawa suatu bukti, bahwa ia benar-benar utusan Tuhan. Dan kita hanya bisa yakin, bahwa bukti yang dibawanya memang dari Tuhan, bila hanya Tuhan yang mampu menciptakan bukti tersebut.

    Salah satu utusan Tuhan (dan utusan yang terakhir) adalah Muhammad anak Abdullah, yang hidup di Makkah kira-kira tahun 571-632 Masehi. Bukti yang dia bawa adalah sebuah bacaan (Al-Qur'an). Bacaan ini ada dalam bahasa Arab dengan susunan kata yang sangat indah, yang berbeda dengan bacaan Arab yang pernah ada di manapun di dunia. Hanya ada tiga kemungkinan siapa yang menciptakan Al-Qur'an: satu: Muhammad sendiri; dua: orang-orang yang mengenal bahasa Arab; tiga: Tuhan, yakni Allah - seperti yang dikatakan oleh Muhammad sendiri.

    Kemungkinan pertama ditolak, karena Muhammad adalah seorang yang buta sastra. Tidak mungkin seorang yatim piatu yang masa kecilnya cuma jadi gembala, dan tidak pernah mengenyam pendidikan sastra, bisa menulis suatu karya sastra seindah itu. Selain itu, bahasa Al-Qur'an sangat berbeda dengan bahasa yang dipakai Muhammad di dalam wejangan-wejangannya (yang kita kenal sebagai hadits). Tidak mungkin seorang merubah gaya bahasanya secara teratur dan rapi dalam kurun waktu hampir 23 tahun.

    Kemungkinan kedua juga ditolak, karena di dalam Al-Quran sendiri ada tantangan, agar orang-orang Arab membuat bacaan saingan. Dan tantangan itu, hingga hari ini tidak pernah bisa dipenuhi. Maka tak ada kemungkinan lain, selain Al-Quran itu adalah ciptaan Allah, yang diwahyukan Allah pada Muhammad untuk menjadi bukti bahwa dia seorang utusan Allah, seorang pembawa ajaran atau risalah (sehingga disebut Rasul) dan seorang yang menyampaikan apa-apa yang akan terjadi di masa depan, baik masa depan yang "dekat", maupun masa depan yang "jauh" - yakni hari kiamat, dan apa yang terjadi di akherat. Karena menyampaikan "ramalan" atau nubuwwat ini, maka ia disebut Nabi.

    Setelah yakin
    Setelah kita yakin akan adanya Tuhan (Allah), dan yakin bahwa Allah mewahyukan bacaan (Al-Qur'an), maka konsekuensinya, kita harus yakin bahwa apa yang ada di Al-Qur'an adalah benar, karena semua datang dari Allah, Yang menciptakan semua mahluq (termasuk manusia), Yang menentukan sifat-sifatnya, dan Maha Tahu atas segala yang terjadi di masa lalu maupun yang akan terjadi di masa datang.

    Hal ini seperti seorang pasien yang yakin pada keahlian dokter spesialisnya, sehingga percaya apa kata dokter itu, serta menuruti semua nasehatnya, bila ia ingin sembuh. Atau seperti seorang ahli nuklir yang yakin kebenaran detektor nuklirnya, sehingga harus segera berbuat sesuatu bila detektor itu mencatat suatu harga radiasi, meskipun dia tidak melihat radiasi itu. Keyakinan akan alat-alat ini pula yang membuat seorang astronom percaya adanya galaksi, atau seorang geolog percaya ada minyak di kedalaman ribuan meter di bawah tanah, dan seorang biolog percaya adanya dinosaurus di masa lampau.

    Iman
    Bagi seorang muslim, alat tersebut adalah Al-Qur'an. Dari Al-Qur'an seorang muslim tahu sifat-sifat Allah, tahu untuk apa ia menciptakan manusia, sehingga tahu pula apa yang diperintahkan Allah pada manusia; pula tahu bahwa Allah menciptakan mahluk halus yang bernama malaikat, jin dan iblis, tahu bahwa sebelum Muhammad Allah pernah menurunkan Nabi dan Rasul pada setiap bangsa, seperti Adam, Nuh, Ibrahim, Musa, Isa dsb, tahu keadaan, mukjizat serta kitab-kitab yang diberikan Allah pada mereka; juga tahu akan datangnya hari kiamat sebagai hari pembalasan, termasuk adanya surga dan neraka; juga tahu adanya nasib dan taqdir yang ditentukan Allah atas seluruh mahluknya, meskipun tiap manusia diberi akal dan dalam batas tertentu memiliki kemerdekaan memilih. Semua hal ini disebut dengan rukun iman. Jadi, iman dalam agama Islam adalah suatu hal yang dipercaya karena adanya keyakinan dasar, yang dibangun lewat nalar.

    Iman itu ada di dalam hati. Sedang manusia tidak bisa membaca apa yang ada di dalam hati. Karena itu, seorang yang beriman harus mengumumkan keimanannya dengan membuat suatu kesaksian. Kesaksian ini disebut syahadat.

    Asyhadu alla ilaa ha illallah -
    Wa asy hadu anna Muhammadar rasulullah.

    "Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, dan bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah"
    Dengan demikian, orang itu resmi menjadi muslim, dengan segala hak dan kewajibannya di masyarakat.

    Islam
    Setelah syahadat, maka ia terkena kewajiban berikut: Pertama, Shalat, yaitu cara bersyukur, mendekatkan diri dan berdoa kepada Allah. Sebelumnya ia harus bersuci (wudhu atau mandi bila perlu). Shalat yang wajib ada 5 kali sehari, shubuh sebelum matahari terbit sebanyak 2 rakaat, Dhuhur setelah tengah hari: 4 rakaat, Ashar setelah matahari miring: 4 rakaat, Magrib setelah matahari terbenam: 3 rakaat, dan Isya di awal malam: 4 rakaat. Setiap shalat paling cuma perlu waktu sekitar 5 menit. Shalat bisa dilakukan di mana saja, asal bersih dari najis. Ibadah seorang muslim kepada Tuhannya dilakukan langsung, tanpa perantara.

    Kedua: selama sebulan tertentu, seorang muslim mempercepat sarapan paginya ke akhir malam (sebelum fajar), dan memperlambat makan siangnya hingga terbenam matahari. Siang hari tidak makan, minum, merokok atau bercampur dengan istrinya. Jadilah bulan itu bulan latihan, bulan pembersihan jiwa, pengistirahatan pencernaan dan peningkatan kesehatan. Inilah bulan puasa Ramadhan.

    Ketiga: apabila ia telah punya penghasilan sendiri, dan berlebih untuk keperluan pokok pribadi dan keluarganya, dan mencapai jumlah minimal tertentu, maka ia wajib mengeluarkan 2,5% untuk dibagikan kepada fakir-miskin dan orang-orang yang berhak menerima. Baginya itu tidak akan memberatkan, hartanya justru akan dilipatgandakan oleh Allah, karena ia melakukan solidaritas sosial. Inilah zakat

    Keempat: agama mengatur pertemuan rutin bagi masyarakat muslim. Lima kali sehari setiap shalat wajib, bisa dilakukan bersama (shalat jama'ah) dalam serumah atau sekantor. Walau tiap pertemuan mungkin hanya seperempat jam, dan tidak akan mengganggu jam kerja, namun manfaatnya dalam menjaga tali persaudaraan sangat luar biasa. Kemudian pertemuan "se-desa" yang harus dilakukan lelaki dewasa seminggu sekali, yakni shalat Jum'at. Lalu di tingkat kota setahun dua kali, yakni shalat Ied (hari raya Fitri dan hari raya Qurban). Sesudah itu ada pertemuan akbar sedunia, yang setiap muslim hanya diwajibkan sekali seumur hidupnya, bila ia mampu. Inilah yang dinamakan ibadah haji.

    Inilah sejumlah ibadat pokok. Di samping itu, yang termasuk ibadat adalah semua hal yang dilakukan secara sadar dengan memperhatikan halal (boleh) dan haram (terlarang) dalam islam. Makan minum, olahraga, menuntut ilmu, bekerja cari uang, berbicara dengan orang, bahkan hubungan sex pun bisa jadi ibadah, asal memperhatikan halal-haramnya.

    Jika seorang muslim terlanjur melanggar larangan Allah, atau tidak penuh melaksanakan kewajibannya, lalu sadar kekeliruannya dan bertaubat, maka Allah akan mengampuninya. Bila ia tidak bertaubat, maka ia tetap diakui sebagai muslim, tapi muslim yang ingkar dan berdosa, dan pantas mendapat azab di akherat. Namun azabnya tidak kekal seperti pada seorang kafir. Seorang kafir adalah yang mengingkari dasar aqidah, meragukan kebenarannya atau menentang peraturan Islam yang telah disepakati. Seorang muslim yang kembali kafir akan disebut murtad. Sedang seorang yang hanya pura-pura muslim, mungkin juga pura-pura syahadat, shalat bahkan naik haji, tapi semua ini hanya kedok untuk merusak ummat Islam, maka ia disebut munafiq. Orang munafiq tempatnya nanti ada di dasar neraka.

    Ihsan
    Jika seseorang sudah mengerjakan rukun Iman dan rukun Islam tadi, maka ia adalah muslim-mukmin. Akan tetapi buah dari iman belum akan ia rasakan. Dia belum akan menjadi muslim yang sempurna sebelum menjalani kehidupan sebagai muslim yang mukmin, yakni selalu ingat dan sadar, baik di waktu berdiri ataupun duduk, waktu seorang diri ataupun di tempat ramai, di semua keadaan dan situasi, bahwa Allah selalu memperhatikannya. Seorang muslim tidak berbuat maksiat, karena ia yakin Allah selalu melihatnya, ia tidak takut pada siapapun, dan tidak pernah putus asa, karena tahu Allah bersamanya. Tiap ada rejeki, dia tak terus lupa diri, dan tiap ada bencana, dia tidak berprasangka buruk pada Allah.

    Engkau sembah Allah seolah engkau melihat-Nya, jikapun engkau tidak melihat-Nya, namun Dia tetap melihatmu.

    Keimanan Dengan Logika

    Keimanan adalah keyakinan, yang dalam Islam wajib dicapai dengan penuh kesadaran dan pengertian, karena hanya dengan inilah kesetiaan tunggal pada Islam (tauhid) bisa diharapkan, seperti halnya seorang fisikawan yang telah yakin akan keakuratan instrumennya, sehingga ia pun segera berbuat sesuatu, begitu instrumen itu mengabarkan existensi radiasi atom yang tidak pernah bisa dideteksi oleh indera fisikawan itu sendiri.


    Fitrah Manusia
    Sejak adanya manusia, manusia memiliki berbagai ciri-ciri (fitrah) yang membedakannya dari mahluk lain. Manusia memiliki intuisi untuk memilih dan tidak mau menyerah pada hukum-hukum alam begitu saja. Ma¬nusia bisa mengerjakan sesuatu yang berlawanan dengan nalurinya, misal makan meski sudah kenyang (karena menghormati tuan rumah), atau tidak melawan meski disakiti (karena men¬jaga perasaan orang). Hal ini tidak ada pada binatang. Seekor kucing yang sudah kenyang tak mau lagi mencicipi makanan yang enak sekali¬pun.


    Manusia memiliki kemampuan mewariskan kepada manusia lain (atau keturunannya) hal-hal baru yang telah dipelajarinya. Inilah asal peradaban manusia. Hal ini tidak terdapat pada binatang. Seekor kera yang terlatih main musik dalam circus tidak akan mampu melatih kera lainnya. Seekor kera hanya bisa melatih seekor anak kera pada hal-hal yang memang nalu¬rinya (memanjat, mencari buah). Kesamaan manusia dengan bina¬tang hanya pada kebutuhan eksistensi¬alnya (makan, minum, istirahat dan melanjutkan keturunan.

    Manusia Mencari Hakekat Hidupnya
    Manusia yang telah terpenuhi kebu¬tuhan eksistensialnya akan mulai mempertanyakan, untuk apa sebenarnya hidup itu. Hal ini karena manusia memiliki kebe¬basan memilih, mau hidup atau mati. Karena faktor non naluriahnya, manu¬sia bisa putus asa dan bunuh diri, sementara tidak ada binatang yang bunuh diri kecuali hal itu dilaku¬kannya dalam rangka memper¬tahankan eksistensinya juga (pada lebah misalnya). Pertanyaan tentang hakekat hidup ini yang memberi warna pada kehidu¬pan manusia, yang tercermin dalam kebudayaan, yang digunakannya untuk mencapai kepuasan ruhaninya.

    Manusia Membutuhkan Tuhan
    Dalam kondisi gawat yang meng¬ancam eksistensinya (misalnya ter¬hempas ombak di tengah samudra, sementara pertolongan hampir musta¬hil diharapkan), fitrah manusia akan menyuruh untuk mengharapkan suatu keajaiban.

    Demikian juga ketika seseorang sedang dihadapkan pada persoalan yang sulit, sementara pendapat dari manusia lainnya ber¬beda-beda, ia akan mengharapkan petunjuk yang jelas yang bisa dipe¬gangnya. Bila manusia tersebut menemukan seseorang yang bisa di¬percayainya, maka dalam kondisi dilematis ini ia cenderung merujuk pada tokoh idolanya itu. Dalam kondisi seperti ini, setiap manusia cenderung mencari "sesembahan". Mungkin pada kasus pertama, sesembahan itu berupa dewa laut atau sebuah jimat pusaka. Pada kasus kedua, "sesembahan" itu bisa berupa raja (pepunden), bisa juga berupa tokoh filsafat, pemimpin revolusi bahkan seorang dukun yang sakti.

    Tanda-Tanda Eksistensi Tuhan
    Di luar masalah di atas, perhatian manusia terhadap alam sekitarnya membuatnya bertanya, "Mengapa bumi dan langit bisa sehebat ini, bagaimana jaring-jaring kehidupan (ekologi) bisa secermat ini, apa yang membuat se¬milyar atom bisa berinteraksi dengan harmoni, dan dari mana hukum-hu¬kum alam bisa seteratur ini". Pada masa lalu, keterbatasan pengetahuan manusia sering membuat mereka cepat lari pada "sesembahan" mereka setiap ada fenomena yang tak bisa mereka mengerti (misal petir, gerhana matahari). Kemajuan ilmu pengetahuan alam kemudian mampu mengungkap cara kerja alam, namun tetap tidak mampu memberikan ja¬waban, mengapa semua bisa terjadi.

    Ilmu alam yang pokok penye¬lidikannya materi, tak mampu men¬dapatkan jawaban itu pada alam, ka¬rena keteraturan tadi tidak melekat pada materi. Contoh yang jelas ada pada peristiwa kematian. Meski be-berapa saat setelah kematian, materi pada jasad tersebut praktis belum berubah, tapi keteraturan yang mem¬buat jasad tersebut bertahan, telah punah, sehingga jasad itu mulai mem¬busuk.

    Bila di masa lalu, orang mengem¬balikan setiap fenomena alam pada suatu "sesembahan" (petir pada dewa petir, matahari pada dewa matahari), maka seiring dengan kemajuannya, sampailah manusia pada suatu fikiran, bahwa pasti ada "sesuatu" yang di be¬lakang itu semua, "sesuatu" yang di belakang dewa petir, dewa laut atau dewa matahari, "sesuatu" yang di bela¬kang semua hukum alam.
    "Sesuatu" itu, bila memiliki sifat-sifat ini:
    1. Maha Kuasa
    2. Tidak tergantung pada yang lain
    3. Tak dibatasi ruang dan waktu
    4. Memiliki keinginan yang absolut
    maka dia adalah Tuhan, dan berdasar¬kan sifat-sifat tersebut tidak mungkin zat tersebut lebih dari satu, karena dengan demikian berarti satu sifat akan tereliminasi karena bertentangan dengan sifat yang lain.

    Tuhan Berkomunikasi Via Utusan
    Kemampuan berfikir manusia tidak mungkin mencapai zat Tuhan. Manu¬sia hanya memiliki waktu hidup yang terhingga. Jumlah materi di alam ini juga terhingga. Dan karena jumlah kemungkinannya juga terhingga, maka manusia hanya memiliki kemampuan berfikir yang terhingga. Sedangkan zat Tuhan adalah tak terhingga (infinity). Karena itu, manusia hanya mungkin memikirkan sedikit dari "jejak-jejak" eksistensi Tuhan di alam ini. Adalah percuma, memikirkan se¬suatu yang di luar "perspektif" kita.

    Karena itu, bila tidak Tuhan sendiri yang menyatakan atau "memperkenalkan" diri-Nya pada manusia, mustahil manusia itu bisa mengenal Tuhannya dengan benar. Ada manusia yang "disapa" Tuhan un¬tuk dirinya sendiri, namun ada juga yang untuk dikirim kepada manusia-manusia lain. Hal ini karena ke-banyakan manusia memang tidak siap untuk "disapa" oleh Tuhan.

    Utusan Tuhan Dibekali Tanda-Tanda

    Tuhan mengirim kepada manusia utusan yang dilengkapi dengan tanda-tanda yang cuma bisa berasal dari Tu¬han. Dari tanda-tanda itulah manusia bisa tahu bahwa utusan tadi memang bisa dipercaya untuk menyampaikan hal-hal yang sebelumnya tidak mung¬kin diketahuinya dari sekedar meng¬amati alam semesta. Karena itu perhatian yang akan kita curahkan adalah menguji, apakah tanda-tanda utusan tadi memang autentik (asli) atau tidak.

    Pengujian autentitas inilah yang sangat penting sebelum kita bisa mempercayai hal-hal yang nantinya hanyalah konsekuensi logis saja. Ibarat seorang ahli listrik yang tugas ke lapangan, ten¬tunya ia telah menguji avo¬meternya, dan ia telah yakin, bahwa avometer itu bekerja dengan benar pada laboratorium ujinya, sehingga bila di lapangan ia dapatkan hasil ukur yang sepintas tidak bisa dijelaskanpun, dia harus percaya alat itu. Seorang fisikawan adalah seorang manusia biasa, yang dengan matanya tak mungkin melihat atom. Tapi bila ia yakin pada instrumentasinya, maka ia harus me¬nerima apa adanya, bila instrumen ter¬sebut mengabarkan jumlah radiasi yang melebihi batas, sehingga misal¬nya reaktor nuklirnya harus segera di¬matikan dulu.

    Karena yakin akan autentitas peralatannya, seorang astronom percaya adanya galaksi, tanpa perlu terbang ke ruang angkasa, seorang geolog percaya adanya minyak di kedalaman 2000 meter, tanpa harus masuk sendiri ke dalam bumi, dan seorang biolog percaya adanya dinosaurus, tanpa harus pergi ke zaman purba.

    Keyakinan pada autentitas inilah yang disebut "iman". Sebenarnya tak ada bedanya, antara "iman" pada au¬tentitas tanda-tanda utusan Tuhan, dengan "iman"-nya seorang fisikawan pada instrumennya. Semuanya bisa diuji. Karena bila di dunia fisika ada alat yang bekerjanya tidak stabil se¬hingga tidak bisa dipercaya, ada pula orang yang mengaku utusan Tuhan tapi tanda-tanda yang dibawanya tidak kuat, sehingga tidak pula bisa di¬percaya.

    Menguji Autentitas Tanda-Tanda Dari Tuhan
    Tanda-tanda dari Tuhan itu hanya autentis bila menunjukkan keung¬gulan absolut, yang hanya dimungkin-kan oleh kehendak penciptanya (yaitu Tuhan sendiri). Sesuai dengan za¬mannya, keunggulan tadi tidak tertan¬dingi oleh peradaban yang ada. Dan orang pembawa keunggulan itu tidak mengakui hal itu sebagai keah¬liannya, namun mengatakan bahwa itu dari Tuhan !!!

    Pada zaman Nabi Musa, ketika il¬mu sihir sedang jaya-jayanya, Nabi Musa yang diberi keunggulan menga-lahkan semua ahli sihir, justru menga¬takan bahwa ia tidak belajar sihir, na¬mun semuanya itu hanya karena ijin Tuhan semata.

    Demikian juga Nabi Isa, yang menyembuhkan penyakit yang tidak bisa disembuhkan, meski masyarakat-nya merupakan yang termaju dalam ilmu pengobatan pada masanya. Toh Nabi Isa hanya mengatakan semua itu karena kekuasaan Tuhan semata, dan ia bukan seorang tabib. Dan Nabi Muhammad? Tanda-tanda beliau sebagai utusan yang utama adalah Al-Quran. Pada saat itu Mekkah merupakan pusat kesu-sasteraan Arab, tempat para sastrawan top mengadu kebolehannya. Dan mes¬ki pada saat itu semua orang takjub pada keindahan ayat-ayat Al-Quran yang jauh mengungguli semua puisi dan prosa yang pernah ada, Nabi Mu¬hammad hanya mengatakan, ayat itu bukan bikinannya, tapi datangnya dari Allah.

    Itu 14 abad yang lalu. Pada masa kini, ketika ilmu alam berkembang pe¬sat, terbukti pula, bahwa kitab Al-Quran begitu teliti. Tidak ada ayat yang saling bertentangan satu sama lain. Dan tak ada pula ayat Al-Quran yang tidak sesuai dengan fakta-fakta ilmu alam.
    Di sisi lain, fenomena pembawa ajaran itu juga menunjukkan sisi au¬tentitasnya. Meski mereka:
    1. orang biasa yang tidak memiliki kekuatan dan kekuasaan, juga tidak join dengan penguasa atau yang bisa menjamin kesuk¬sesannya;
    2. menyebarkan ajaran yang melawan arus, bertentangan dengan tradisi yang lazim di masyarakatnya
    mereka berhasil dengan ajarannya, dan keberhasilan ini sudah diramalkan le¬bih dulu pula, dan semua itu dika¬takannya karena Tuhanlah yang menolongnya.

    Konsekuensi Setelah Meyakini Au¬tentitas Tanda-Tanda Kenabian Muhammad
    Setelah kita menguji autentitas tanda-tanda kenabian Muhammad dengan menggunakan segala piranti logika yang kita miliki, dan kita yakin bahwa itu asli berasal dari Tuhan, maka kita harus menerima apa adanya yang disebutkan oleh kitab Al-Quran maupun oleh hadits yang memang te¬ruji autentis berasal dari Muhammad. Dan ajaran Nabi Muhammad saw ini adalah satu-satunya ajaran autentis dari Allah, yang diturunkan kepada penutup para utusan, tidak tertuju ke satu bangsa saja, tapi ke seluruh umat manusia, sampai akhir zaman.

    Tetaplah Tersenyum Kawan

    Bila kondisi hari ini masih seperti kemarin di mana harapan belum menjelma menjadi nyata, dimana nilai ujian yang kita cita-cita kan belum tercapai. Tetaplah tersenyum. Bukan berarti Allah mengabaikan doa-doa kita. Kita tahu, Allah adalah Dzat Yang Maha Mengabulkan doa-doa hamba-Nya.

    “Berdoalah kepada-Ku niscaya Aku akan mengabulkannya…” (QS Al mu’min : 60).


    Tak ada yang dapat meragukan janji-Nya. Doa kepada-Nya ibarat sebuah investasi. Tak akan pernah membuat investornya merugi. Karena penjaminnya adalah Dzat Yang Maha Pemurah, Yang Maha Berkuasa atas segala sesuatu. Dzat Yang Maha Welas Asih itu, tak akan pernah ingkar janji. Tidak akan sia-sia munajat yang kita mohonkan pada-Nya, baik di waktu siang apalagi di sepertiga malam. Ketika lebih banyak makhluk-Nya pulas, dalam dekapan dinginnya malam dan hangatnya selimut tebal. Bila belum ada perubahan berarti tentang rencana-rencana kita, tetaplah tersenyum. Allah lebih mengetahui apa-apa yang baik untuk kita. Yakinlah, bahwa:

    “Sesuatu yang telah ditentukan oleh Allah pasti akan datang, maka janganlah kalian minta untuk disegerakan.” (QS An Nahl : 1).

    Allah Maha Mengetahui kapan sesuatu pas untuk kita, baik dalam sisi timing maupun momentnya. Allah, Pencipta alam raya ini, adalah sutradara hebat, yang tidak akan membiarkan kita terpuruk dalam keburukan. Selama kita yakin akan kekuasaan-Nya, yakin akan kasih sayang-Nya. Jika semua serasa seperti biasanya, tak ada kemajuan berarti. Tetaplah juga tersenyum. Allah punya cara sendiri untuk membuat kita senantiasa dekat dengan-Nya. Mungkin, semua ini dibuat-Nya untuk kita agar kita senantiasa hanyut dalam sujud-sujud panjang di penghujung malam. Senantiasa larut dalam tangis penuh harap, dalam buaian doa-doa panjang nan khuyuk.

    Semua tak akan tersia-sia begitu saja. Allah, mencatat setiap upaya yang kita lakukan dan doa yang kita panjatkan. Segala sesuatu yang kita perbuat, sekecil apa pun itu, akan menuai balasan di sisi-Nya kelak. Niatkan semuanya hanya untuk meraih ridha-Nya, agar perjuangan hebat ini tak hanya bermakna sementara. Insya Allah kita akan memetik buahnya kelak, di waktu yang telah Ia tentukan.

    Dunia ini fana. Tak ada yang kekal didalamnya. Pun perjuangan ini, pengorbanan ini, juga kesulitan ini. InsyaAllah, suatu hari nanti, harapan akan berbuah kebahagiaan. Akan menjelma menjadi kemudahan. Karena, sekali lagi, Allah telah menjamin:


    “Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.” (QS Al Insyirah : 5)

    Tetaplah berbaik sangka kepada-Nya. Tetaplah berharap sepenuh hati kepada-Nya. Tetaplah gantungkan asa setinggi apa pun itu, hanya kepada-Nya. Sekali lagi, hanya kepada-Nya.

    “Sesungguhnya, rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.” (QS Al A’raf : 56)

    “…Janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir.” (QS Yusu f: 87).

    Dan, jika akhirnya harapan tidak menjelma seperti yang kita idamkan, tetaplah terus berbaik sangka kepada Tuhan Yang Maha Mengetahui. Karena,

    “Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi pula kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu. Allah mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui.” (QS Al Baqarah: 216).

    Teruslah berjuang. Demi sebuah azzam yang dipancangkan untuk meraih ridho Ilahi Robbi.
    Wallohua’lam bishshowwab.

    Wednesday, October 22, 2008

    Dasar Pemikiran

    Jakarta sebagai ibukota negara, pusat pemerintahan, kota internasional, dan berbagai predikat lainnya –yang melekat pada reputasi dan nama baik Jakarta yang merepresentasikan citra Indonesia— memiliki arti penting tidak hanya bagi warga Jakarta dan kota-kota lain di Indonesia, tetapi juga bagi masyarakat dunia. Artinya, posisi Jakarta sangat strategis bagi usaha mengangkat keharuman Indonesia serta menjalin kerja sama budaya untuk memperkenalkan Indonesia ke pentas dunia.

    Dalam khazanah kesusastraan Indonesia, Jakarta dengan berbagai kekayaan kebudayaannya, keberagaman masyarakatnya, percepatan pembangunannya, dan latar geografik dan latar alamnya yang memancarkan perpaduan modernisme dan eksotisme, telah sejak lama menjadi lahan garapan para sastrawan Indonesia, bahkan juga sastrawan dari mancanegara. Kini, selepas memasuki alaf baru dan zaman ingar-bingar reformasi, sejauh manakah Jakarta masih memancarkan pesonanya, auranya yang menyebarkan daya tarik, dan semangat yang merepresentasikan keindonesiaan.


    Dalam kaitan itulah, lomba penulisan cerita pendek berlatar atau bertema tentang Jakarta, akan menawarkan catatan estetik yang khas, sekaligus juga universal dalam sebuah kemasan karya sastra. Maka, karya itu hadir sebagai totalitas kreativitas pengarang. Tanpa itu, latar atau tema Jakarta hanya akan menjadi sesuatu yang artifisial, tempelan, dan tidak menyodorkan ruh Jakarta sebagai representasi keindonesiaan.

    Tema
    Cinta, kemanusiaan, dan persahabatan.

    Deskripsi Latar
    Mampu menggambarkan Jakarta sebagai pintu masuk memahami kekayaan budaya dan masyarakat Indonesia dalam menerima dan berhadapan dengan urbanisasi, kosmopolitanisasi dan globalisasi peradaban dunia.

    Tujuan Kegiatan
    Mengenalkan lebih dekat Jakarta sebagai kota budaya dan wisata dengan berbagai kekayaan hasil peninggalan sejarah dan cipta budayanya kepada masyarakat dunia.
    Mempromosikan Jakarta sebagai daerah tujuan wisata dan tempat yang menarik untuk latar penulisan karya-karya sastra dan produksi karya seni lainnya.

    Ketentuan Umum
    - Lomba ini terbuka bagi warga dunia (warga Indonesia dan warga asing)
    - Biodata dan alamat lengkap (termasuk nomor telepon, ponsel, dan e-mail) disertakan di luar naskah lomba.
    - Peserta boleh mengirimkan lebih dari satu naskah lomba.
    - Naskah lomba belum pernah dipublikasikan dalam bentuk apa pun, baik sebagian maupun seluruhnya.
    - Naskah lomba ditulis dalam bahasa Indonesia dan merupakan karya asli.

    - Naskah lomba dikirim kepada Panitia sebanyak 5 (lima) kopi, disertai CD atau flash disk berisi file naskah, selambat-lambatnya tanggal 10 November 2008 (stempel pos).
    - Di sebelah kiri amplop hendaknya ditulis "Lomba Menulis Cerpen JILFets 2008".
    - Naskah lomba dialamatkan kepada:
    Sekretariat Panitia Lomba Menulis Cerpen
    Jakarta International Literary Festival (JILFest) 2008
    Gedung Nyi Ageng Serang Lantai 6
    Jl. HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Indonesia.

    Ketentuan Khusus
    - Penjabaran tema dalam cerita dan penggambaran latarnya tidak bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila.
    - Panjang karangan antara 8.000-15.000 karakter (with space), atau 4-8 halaman ketik 1,5 spasi, kertas ukuran A4 dengan huruf standar (Times New Roman, 12).
    - Peserta lomba adalah perseorangan, bukan kelompok.
    - Merupakan karya asli, bukan terjemahan ataupun saduran. Penjiplakan atas karya orang lain dalam bentuk apa pun, tidak dibenarkan, dan panitia berhak membatalkan keikutsertaannya dalam lomba ini.
    - Keputusan Dewan Juri bersifat mutlak dan tidak diadakan surat-menyurat.

    Ketentuan Lain
    - Pengumuman Lomba dan penyerahan hadiah akan diselenggarakan pada acara khusus dalam rangkaian JILFest 2008.
    - Juara 1—3 akan diundang untuk mengikuti JILFest 2008 di Jakarta.
    - Hak Cipta ada pada pengarang.
    - Sebanyak 20 cerpen pilihan berikut karya para pemenang akan diterbitkan dalam bentuk buku, dan diupayakan akan diluncurkan serta didiskusikan dalam JILFest 2008 di Jakarta.
    - Panitia berhak mengedit kesalahan pengetikan dalam cerpen.

    Hadiah dan Honorarium
    • Juara 1 Rp 5.000.000,00
    • Juara 2 Rp 4.000.000,00
    • Juara 3 Rp 3.000.000,00
    • Juara Harapan 1 Rp 2.500.000,00
    • Juara Harapan 2 Rp 2.000.000,00
    • Juara Harapan 3 Rp 1.500.000,00
    • Penghargaan untuk 20 cerpen pilihan berupa honor yang layak bagi penulisnya.

    Keterangan Lain:
    Juara 1—3 akan diundang ke Jakarta atas biaya Panitia (tiket, akomodasi, dan konsumsi). Keterangan lengkap tentang lomba ini dapat dilihat pada laman (web site) www.jilfest.org.
    Jakarta, 5 September 2008

    PANITIA PELAKSANA
    Jakarta International Literary Festival (JILFEST) 2008 (Festival Sastra Jakarta
    Lomba Menulis Cerpen Berlatar Jakarta
    Kerja Sama:
    Komunitas Sastra Indonesia (KSI)
    Komunitas Cerpen Indonesia (KCI)
    Dinas Kebudayaan dan Permuseuman
    Provinsi DKI Jakarta

    Deadline: 10 November 2008

    Waktu Penyelenggaraan: 8 November 2008
    Perpustakaan Umum LIA kembali akan menyelenggarakan "Storytelling Competition"
    untuk tingkat SD & SMP se JABODETABEK
    Tema : "Indonesian favorite stories" Fables, Legends, Folktales
    Diselenggarakan : SABTU, 8 November 2008
    Jam : 09:00 – selesai
    Tempat : Auditorium LIA Pramuka & Perpustakaan Umum LIA, Jl. Pramuka Kav.30 Jakarta 13120

    Registrasi : Rp. 30.000
    Hadiah: Uang, Trophy, Goody Bag, Piagam
    Informasi & Pendaftaran:
    Perpustakaan Umum LIA
    Jl. Pramuka Kav. 30 Jakarta Timur 13120
    Telp. 021 8583241 Fax. 021-8506185

    Contact Person:
    • Yudhi 0813 1712 5111
    • Suryadi 0812 813 4682


    Delapan Kado Terindah

    Aneka kado ini tidak dijual di toko. Anda bisa menghadiahkannya setiap saat, dan tak perlu membeli! Meski begitu, delapan macam kado ini adalah hadiah terindah dan tak ternilai bagi orang-orang yang Anda sayangi.


    1. KEHADIRAN
    Kehadiran orang yang dikasihi rasanya adalah kado yang tak ternilai harganya. Memang kita bisa juga hadir dihadapannya lewat surat, telepon, foto atau faks. Namun dengan berada disampingnya. Anda dan dia dapat berbagi perasaan, perhatian, dan kasih sayang secara lebih utuh dan intensif. Dengan demikian, kualitas kehadiran juga penting. Jadikan kehadiran Anda sebagai pembawa kebahagian.

    2. MENDENGAR
    Sedikit orang yang mampu memberikan kado ini. Sebab, kebanyakan orang Lebih suka didengarkan, ketimbang mendengarkan. Sudah lama diketahui bahwa keharmonisan hubungan antar manusia amat ditentukan oleh kesediaan saling mendengarkan. Berikan kado ini untuknya. Dengan mencurahkan perhatian pada segala ucapannya, secara tak langsung kita juga telah menumbuhkan kesabaran dan kerendahan hati. Untuk bisa mendengar dengan baik, pastikan Anda dalam keadaan betul-betul relaks dan bisa menangkap utuh apa yang disampaikan. Tatap wajahnya. Tidak perlu menyela, mengkritik, apalagi menghakimi. Biarkan ia menuntaskannya. Ini memudahkan Anda memberi tanggapan yang tepat setelah itu. Tidak harus berupa diskusi atau penilaian. Sekedar ucapan terima kasihpun akan terdengar manis baginya.

    3. D I A M
    Seperti kata-kata, di dalam diam juga ada kekuatan. Diam bisa dipakai Untuk menghukum, mengusir, atau membingungkan orang. Tapi lebih dari segalanya. Diam juga bisa menunjukkan kecintaan kita pada seseorang karena memberinya “ruang”. Terlebih jika sehari-hari kita sudah terbiasa gemar menasihati, mengatur, mengkritik bahkan memarahinya.

    4. KEBEBASAN
    Mencintai seseorang bukan berarti memberi kita hak penuh untuk memiliki atau mengatur kehidupan orang bersangkutan. Bisakah kita mengaku mencintai seseorang jika kita selalu mengekangnya? Memberi kebebasan adalah salah satu perwujudan cinta. Makna kebebasan bukanlah, “Kau bebas berbuat semaumu”. Lebih dalam dari itu, memberi kebebasan adalah memberinya kepercayaan penuh untuk bertanggung jawab atas segala hal yang ia putuskan atau lakukan.

    5. KEINDAHAN
    Siapa yang tak bahagia, jika orang yang disayangi tiba-tiba tampil lebih ganteng atau cantik? Tampil indah dan rupawan juga merupakan kado lho. Bahkan tak salah jika Anda mengkadokannya tiap hari! Selain keindahan penampilan pribadi, Anda pun bisa menghadiahkan keindahan suasana dirumah. Vas dan bunga segar cantik di ruang keluarga atau meja makan yang tertata indah, misalnya.

    6. TANGGAPAN POSITIF
    Tanpa, sadar, sering kita memberikan penilaian negatif terhadap pikiran, sikap atau tindakan orang yang kita sayangi. Seolah-olah tidak ada yang benar dari dirinya dan kebenaran mutlak hanya pada kita. Kali ini, coba hadiahkan tanggapan positif. Nyatakan dengan jelas dan tulus. Cobalah ingat, berapa kali dalam seminggu terakhir anda mengucapkan terima kasih atas segala hal yang dilakukannya demi Anda. Ingat-ingat pula, pernahkah Anda memujinya. Kedua hal itu, ucapan terima kasih dan pujian (dan juga permintaan maaf), adalah kado cinta yang sering terlupakan.

    7. KESEDIAAN MENGALAH
    Tidak semua masalah layak menjadi bahan pertengkaran. Apalagi sampai Menjadi cekcok yang hebat. Semestinya Anda pertimbangkan, apa iya sebuah hubungan cinta dikorbankan jadi berantakan hanya gara-gara persoalan itu? Bila Anda memikirkan hal ini, berarti Anda siap memberikan kado “kesediaan mengalah” Okelah, Anda mungkin kesal atau marah karena dia telat datang memenuhi janji. Tapi kalau kejadiannya baru sekali itu, kenapa mesti jadi pemicu pertengkaran yang berlarut-larut? Kesediaan untuk mengalah juga dapat melunturkan sakit hati dan mengajak kita menyadari bahwa tidak ada manusia yang sempurna di dunia ini.

    8. SENYUMAN
    Percaya atau tidak, kekuatan senyuman amat luar biasa. Senyuman, terlebih yang diberikan dengan tulus, bisa menjadi pencair hubungan yang beku, pemberi semangat dalam keputus asaan. pencerah suasana muram, bahkan obat penenang jiwa yang resah. Senyuman juga merupakan isyarat untuk membuka diri dengan dunia sekeliling kita. Kapan terakhir kali anda menghadiahkan senyuman manis pada orang yang dikasihi? []

    Thursday, September 25, 2008

    Terlintas di depan kita persoalan yang sudah menjadi polemik berkepanjangan dalam masyarakat yang semula hanya sebagai asumsi, hipotesis atau pun prediksi, namun tampaknya sekarang sudah menjadi langkah konkret yang tidak perlu dibantah. Persoalan tersebut adalah tentang pernikahan dini. Pernikahan dini merupakan sebuah perkawinan di bawah umur yang target persiapannya belum dikatakan maksimal baik dari segi persiapan fisik, persiapan mental juga persiapan materi.

    Walau pun demikian, hal itu tetap saja dilakukan walaupun berbagai fakor yang melatar belakanginya. Pernikahan dini kini sangat marak dilakukan, dan tentunya ini akan menjadi permasalahan yang besar ketika tidak ada pencarian analisa masalah yang tepat yang didasari oleh data yang akurat dan terpercaya serta solusi yang alternatif untuk memecahkan masalah ini. Tulisan ini akan mencoba menjelaskan secara mendetil tentang dampak buruk pernikahan dini, pendewasaan usia kawin, keluarga sejahtera dan pemerintah peduli remaja berupa solusi baru yang lebih objektif yang dapat dijadikan sebagai langkah awal untuk mengatasi maraknya pernikahan dini.

    Remaja Masa Kini Tidak Menikah Dini
    Remaja merupakan masa transisi dari masa kekanak-kanakan menjadi seorang yang dewasa. Remaja merupakan bibit awal suatu bangsa untuk menjadi bangsa yang lebih baik, bermartabat dan kuat. Oleh karena itulah, masa depan suatu bangsa terletak di tangan para remaja. Saat ini problematika yang terjadi pada para remaja adalah banyaknya remaja yang ingin membina rumah tangga dengan melakukan pernikahan dini. Bila ditelusuri, banyak faktor yang menyebabkan remaja melakukan pernikahan dini; bisa karena pergaulan bebas akibatnya terjadi perkawinan di luar pernikahan. Faktanya, di magelang tercatat ada sekitar 1456 kasus kehamilan diluar nikah dalam setahun . Hal lain ialah informasi yang menyimpang yang mengubah gaya pandang remaja atau bisa juga disebabkan oleh faktor ekonomi.

    Walaupun banyaknya faktor yang melatar belakangi pernikahan dini, akan tetapi dampak buruk yang terjadi ketika melakukan pernikahan dini lebih banyak pula. Dampak tersebut terdiri dari dampak fisik dan mental. Secara fisik, dampak yang terjadi berupa :

    1) remaja itu belum kuat, tulang panggulnya masih terlalu kecil sehingga bisa membahayakan proses persalinan . Untuk Nanggroe Aceh Darussalam, pada periode Januari sampai September 2006, dari 112.667 ibu hamil ditemukan 84 orang meninggal .

    2) Perempuan yang menikah dibawah umur 20 tahun beresiko terkena kanker leher rahim, pada usia remaja sel-sel leher rahim belum tumbuh dengan matang. Kalau terpapar oleh Human Papiloma Virus (HPV) maka pertumbuhan sel akan menyimpang menjadi kanker. dr Nugroho Kampono,Sp.OG menyebutkan kanker leher rahim menduduki peringkat pertama kanker yang menyerang perempuan Indonesia, angka kejadiannya saat ini 23 persen di antara kanker lainnya.

    3) Remaja akan mengalami masa reproduksi lebih panjang, sehingga memungkinkan banyak peluang besar untuk melahirkan dan mempunyai anak. Secara Nasional, tingkat laju pertumbuhan penduduk sekitar 1,6 persen pertahun atau sekitar 3-4 juta bayi lahir setahunnya. Ini menjadi angka yang sangat fantastis dan membahayakan.Bila tingkat kelahiran di Aceh juga meningkat maka kemungkinan besar akan menyebabkan polemik baru di Aceh. Aceh dengan provinsi yang masih berbenah baik dari segi kesehatan, lapangan kerja, pemerintahan juga ekonomi pasca konflik dan Tsunami maka akan terciptanya permasalahan yang krusial yang harus di hadapi oleh pemerintah Aceh.

    4) Akibat pernikahan dini, para remaja saat hamil dan melahirkan akan sangat mudah menderita anemia.

    5) Menjadi salah satu penyebab tingginya angka kematian bayi, pada periode Januari sampai September 2006, dari kelahiran bayi 102.905 orang tercatat 222 orang meninggal dunia . Kemudian, ketidaksiapan fisik juga tidak terjadi pada remaja yang melakukan pernikahan dini akan tetapi juga terjadi pada anak yang dilahirkan. Dampak buruk tersebut berupa bayi lahir dengan berat rendah, hal ini akan menjadikan bayi tersebut tumbuh menjadi remaja yang tidak sehat, tentunya ini juga akan berpengaruh pada intellegenci si anak.

    Dari segi mental, 1) secara medis usia bagus untuk hamil 25-35 tahun, maka bila usia kurang meski secara fisik dia telah menstruasi dan bisa dibuahi, namun bukan berarti siap untuk hamil dan melahirkan serta mempunyai kematangan mental untuk melakukan reproduksi yakni berpikir dan dapat menanggulangi resiko-resiko yang akan terjadi pada masa reproduksinya, seperti misalnya terlambat memutuskan mencari pertolongan karena minimnya informasi sehingga terlambat mendapat perawatan yang semestinya.

    2) Pernikahan dini juga menghentikan kesempatan seorang remaja meraih pendidikan yang lebih tinggi, berinteraksi dengan lingkungan teman sebaya, sehingga dia tidak memperoleh kesempatan pengetahuan dan wawasan yang lebih luas, hal ini juga berimplikasi terhadap kurangnya informasi dan sempitnya dia mendapatkan kesempatan kerja, otomatis lebih mengekalkan kemiskinan. 3) Dari sisi sosial, pernikahan dini merupakan salah satu faktor penyebab tindakan kekerasan terhadap istri, ini timbul karena tingkat berpikir yang belum matang bagi pasangan muda tersebut. Data statistik lengkap mengenai Kasus Dalam Rumah Tangga (KDRT atau domestic violence) Mitra Perempuan Women’s Crisis Center di Yogyakarta menyebutkan selama periode 1994 samapai 2004, menerima pengaduan 994 kasus kekerasan yang terdata, selanjutnya Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan menyebutkan 11,4 persen dari 217 juta penduduk Indonesia atau setara dengan 24 juta perempuan mengaku perngah mengalami kekerasan dalam rumah tangga.

    Kemudian, 4) depresi berat (neoritis depresi) akibat pernikahan dini ini, bisa terjadi pada kondisi kepribadian yang berbeda. Pada pribadi tertutup (introvert) akan membuat si remaja menarik diri dari pergaulan. Dia menjadi pendiam, tidak mau bergaul, bahkan menjadi seorang yang gila (schizoprenia). Sedang depresi berat pada pribadi terbuka (ekstrovert) sejak kecil, si remaja terdorong melakukan hal-hal aneh untuk melampiaskan amarahnya. Seperti; pertikaian rumah tangga yang tak kunjung usai dan tak jelas masalahnya, anak dicekik dan sebagainya. Dengan kata lain, secara psikologis kedua bentuk depresi sama-sama berbahaya.

    Melalui Pendewasaan Usia Kawin, Kita Bangun Keluarga Sejahtera
    Secara etimologi, perkawinan mempunyai dua makna. Dari sisi substansi syari’ah dalam pandangan Islam, perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang suami isteri dengan tujuan menciptakan keluarga yang bahagia, sejahtera, damai, tenteram dan kekal sebagaimana yang tersurat dalam QS. Ar-Rum : 212. Dari sisi Sosiologi, perkawinan adalah penyatuan dua keluarga besar, terbentuknya pranata sosial yang mempertemukan beberapa individu dari dua keluarga yang berbeda dalam satu jalinan hubungan.

    Secara undang-undang, perkawinan dini selalu dikaitkan dengan usia pernikahan yang dilaksanakan pada ambang batas atau di bawah usia dengan ketentuan 19 tahun untuk laki-laki dan 16 tahun untuk perempuan. Ambang batas tersebut sebenarnya baru “awal kebolehan” yang ditolerir oleh hukum di negara kita. Tapi bagaimana dengan kesiapan yang lainnya, kesiapan sosial, kesiapan mental dan fisik, di sinilah perlu kiranya kita mempertimbangkan kondisi perkawinan yang mencukupi untuk dapat dikatakan cukup matang dalam persiapan.

    Pada dasarnya, rumah tangga dibangun atas komitmen bersama dan merupakan pertemuan dua pribadi berbeda. Kalau keduanya bisa saling merubah, itu hanya akan terjadi kalau dua-duanya sama-sama dewasa. Namun, hal ini sulit dilakukan pada pernikahan usia remaja.

    Tentunya dengan kematangan faktor kedewasaan baik dari segi pola pikir dan umur, tentunya ini akan menjadi fakor pendukung terciptanya sebuah keluarga sejahtera.

    Keluarga Sejahtera dan Pemerintah Peduli Remaja
    Makin maraknya pernikahan dini yang dilakukan oleh remaja saat ini dan bahkan menjadi trend yang berujung pada sebuah keharusan, tentunya perlu ada upaya penyelesaian yang kontruktif untuk dapat menyelesaikan masalah tersebut. Upaya tersebut merupakan bentuk perlindungan remaja sejak dini selaku warga negara yang berhak mendapatkan perlindungan yang berujung pada kesejahteraan. Upaya penyelesaian berupa solusi tersebut tentunya harus ada singkronisasi antara pemerintah dan keluarga agar didapatinya hasil yang semaksimal mungkin.

    Keluarga sebagai komunitas terkecil yang sangat banyak berinteraksi dengan remaja (anak mereka, red), tentunya yang menjadi tanggung jawab mereka selaku orang tua dengan memberikan pendidikan dini tentang pergaulan dan pernikahan dini. Hal ini pun, hanya bisa terjadi bila keluarga dalam hal ini orang tua bisa menjadi orang yang mereka teladani dan dihormati dalam segala aktivitas sebagai contoh terdekat dari mereka.

    Keluarga pun harus menjadi pengontrol (fungtion control) terhadap segala aktivitas yang mereka lakukan, agar anak-anak mereka yang tumbuh menjadi dewasa tidak terjebak dalam keadaan yang salah, bisa dari segi pergaulan atau sebagainya.

    Walaupun demikian, perlidungan remaja kiranya turut dilaksanakan oleh sebuah konstitusi yaitu pemerintah sendiri, dalam konteks Aceh ialah Pemerintah Aceh. Langkah awal yang perlu kiranya dipersiapkan oleh pemerintah Aceh sendiri dengan adanya sebuah agenda umum (common agenda) yang kiranya menjadi acuan tentang perlindungan remaja dan permasalahan pernikahan dini. Hal ini tentunya terjalin atas kesepakatan semua pihak.

    Pemerintah Aceh melalui BKKBN Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam harus mensosialisasikan tentang efek buruk pernikahan dini ke seluruh lapisan masyarakat, kota maupun desa. Tentunya dengan target yang telah direncanakan, serta Pemerintah Aceh mendorong masa hamil sebaiknya dilakukan pada usia 25–35 tahun . Pada tataran aplikasi, bila perlu pemerintah Aceh menetapkan sebuah aturan kepada remaja Aceh, sebagai salah satu contoh SMU Negeri I Denpasar melarang pernikahan dini bagi para pelajar SMU.

    Dari paparan di atas, perlindungan remaja sangatlah penting dilakukan, hal ini difaktori karena remaja hari ini adalah pemimpin hari esok, keadaan remaja hari ini merupakan gambaran keadaan bangsa dan negara di hari esok. Kiranya ini menjadi sebuah cacatan penting bagi Indonesia dan Acseh untuk menjadi yang lebih baik.

    note : Hanya dari segi Kesehatan bukan Agama

    Dealine: 31 Oktober 2008, pukul 23.59 WIB
    YAYASAN PEDULI HUTAN LESTARI (YPHL)
    Menyelenggarakan Lomba Karya Tulis Berthema "MEMBANGUN KEPEDULIAN TERHADAP KELESTARIAN HUTAN" – Term of Reference YPHL, Writing Competition 2008 (YPHL 02-08)
    Ketentuan dan Hadiah Lomba
    Hadiah

    Trophy: Achmad Kalla Excellence Awards

    1. Juara 1 : Uang tunai Rp 20.000.000,- + Trophy + Notebook
    2. Juara 2 : Uang tunai Rp 15.000.000,- + Trophy + Notebook
    3. Juara 3 : Uang tunai Rp 10.000.000,- + Trophy + Kamera
    4. Juara Harapan 1, 2 dan 3 masing-masing Rp. 1.000.000,- + Sertifikat
    Penyerahan Hadiah

    1. Dilaksanakan di Jakarta. Waktu akan diberitahukan kemudian.
    2. Apabila pemenang tidak hadir pada saat penyerahan hadiah, maka hadiah dikirimkan kepada alamat Pemenang di Indonesia.
    Ketentuan Umum:
    1. Peserta adalah warga negara Indonesia, yang berdomisili di dalam maupun di luar negeri;
    2. Lomba dibuka untuk semua warga negara Indonesia tanpa pengecualian agama, usia, jenis kelamin, status sosial, latar belakang pendidikan, tempat domisili, profesi/keahlian, dan lain-lain;
    3. Lomba dimulai dari tanggal pengumuman iklan yang ditayangkan di Kompas oleh Yayasan Peduli Hutan Lestari (YPHL) dan Harian Online KabarIndonesia (HOKI). Ditutup pada tanggal 31 Oktober 2008, pukul 23.59 WIB;
    4. Hasil lomba menulis ini akan dinilai oleh Dewan Juri untuk dipilih 6 orang pemenang;
    5. Keputusan Dewan Juri bersifat mutlak dan tidak dapat diganggu gugat, serta tidak melayani tanya jawab;
    6. Pengakuan Ketentuan Lomba: Dengan mengirimkan naskah tulisan untuk diikutsertakan pada lomba ini, maka peserta menyatakan diri tunduk kepada semua ketentuan tersebut di atas berikut sanksi-sanksinya;
    7. Peserta yang mengirimkan naskah tulisan dengan nama orang lain akan dikenai sanksi diskualifikasi dan tidak bisa menjadi juara. Sanksi terhadap penyalahgunaan identitas, pemakaian identitas orang lain dan/atau pemalsuan identitas akan dijatuhkan ke peserta lomba menulis ini tanpa pemberitahuan terlebih dahulu.

    Ketentuan Khusus (Tulisan):
    1. Tulisan asli perorangan bukan jiplakan, saduran atau terjemahan dan belum pernah dipublikasikan di media lain baik Offline maupun Online;
    2. Tulisan berisi ulasan, opini, analisa kasus, dan/atau hasil penelitian, dan bersifat ilmiah dengan didukung oleh data-data dan referensi yang relevan;
    3. Judul dan isi tulisan harus berkaitan dengan thema utama, yakni “Membangun Kepedulian terhadap Kelestarian Hutan”;
    4. Panjang tulisan antara 1.500 hingga 2.500 kata (3-5 halaman A4);
    5. Setiap peserta boleh mengirimkan tulisan sebanyak-banyaknya;
    6. Tulisan harus mengikuti kaidah penulisan menggunakan ejaan Bahasa Indonesia yang baik dan benar (Ejaan yang Disempurnakan);
    7. Para Peserta wajib terdaftar sebagai Penulis di Harian Online KabarIndonesia. Bagi yang belum terdaftar silahkan klik “Daftar Jadi Penulis”;
    8. Tulisan dikirimkan melalui Harian Online KabarIndonensia pada Rubrik “Lingkungan Hidup”
    9. Tiap tulisan yang dikirim dengan maksud mengikuti lomba menulis ini, agar dicantumkan tulisan: Lomba Tulis YPHL di awal artikel;
    10. Hak cipta tulisan tetap pada penulis, tetapi hak publikasi/hak pakai ada pada Yayasan Peduli Hutan Lestari (YPHL) dan Harian Online KabarIndonesia, terhitung sejak tanggal 16 September 2008;
    11. Kami juga memberikan kesempatan untuk mengirimkan hasil karya anda melalui Pos (Hardcopy) dengan menyertakan Softcopy dalam bentuk CD ke: PO BOX 8229/jkssb atau ke alamat yang tercantum dibawah ini:
    Penyelenggara:
    Yayasan Peduli Hutan Lestari (YPHL)
    Graha MIK Taman Perkantoran Kuningan
    Jl. Setia Budi Selatan Kav. 16-17
    Jakarta 12920 Indonesia
    Tel. 021-5794 1780,
    Fax 021-5794 1413,
    Email: info@kabarindonesia.com

    Wednesday, September 17, 2008

    Tema : "Langkah Free Biaya Seminar & Mendapatkan Sertifikat"
    Syarat dan Ketentuan :

    1. Peserta perseorangan
    2. Artikel di tulis dalam font Times New Roman 12, spasi 1,5
    3. Artikel terdiri dari 6-8 halaman
    4. Artikel dikumpul paling lambat 30 September 2008


    Biaya pendaftaran Rp. 10.000, ke
    No. rek Atas nama : Joko Suliyono 01022528344
    Bank BNI Cabang Sebelas Maret Surakarta

    Bukti pembayaran dan Soft Copy dikirim Via e-mail ke :
    panitiaartikel.uns@gmail.com
    panitiaartikel_uns@yahoo.co.id
    atau Hard Copy rangkap tiga ke sekretaris panitia BEM UNS
    d.a : Gd. Porsima Lt 2
    Jl. Ir sutami 36 A Surakarta.

    Cp : primanda (0856 250 6488)
    Ning (0856 473 48684)

    Hadiah
    Juara I : Uang Pembinaan Rp. 500.000,00-
    Juara II : Uang Pembinaan Rp. 300.000,00-
    Juara III : Uang Pembinaan Rp. 200.000,00-


    Tuesday, September 9, 2008

    Sebagai bulan yang penuh berkah, rahmat, dan ampunan, bulan Ramadhan selalu dinantikan kehadirannya oleh umat Islam. Di bulan itu, masjid-masjid semarak dikunjungi jamaah. Demikian pula hari Iedul Fitri. Kedatangan hari raya itu disambut dengan penuh kebahagiaan. Namun di tengah kebahagiaan itu, masih terselip persoalan yang cukup mengganjal. Hampir setiap tahun, momentum penting itu diwarnai perbedaan di antara umat Islam. Kendati umat Islam mulai terbiasa dengan perbedaan awal puasa dan Idul Fitri, namun sesungguhnya kebersamaan tentu lebih didambakan.
    Umat Islam tentu lebih senang jika mereka bisa serentak mengawali dan mengakhiri puasa, mengumandangkan takbir, melaksanakan shalat Iedul Fithri, dan merayakannya secara bersama-sama. Suasana itu tentu amat berbeda jika dalam satu kampung atau kota ada masjid yang masih menyelenggarakan shalat tarawih, sementara masjid di sampingnya sudah mengumandangkan takbir untuk menyambut sholat ied. Keesokan harinya ada yang sudah menunaikan sholat dan mengeluarkan jamuan makan, sementara lainnya masih berpuasa.
    Patut dicatat, problem tersebut itu tidak hanya terjadi di tingkat nasional, namun juga dunia Islam pada umumnya. Di setiap negeri Islam terdapat institusi pemerintah yang memiliki otoritas untuk menentukan itsbât (penetapan) awal dan akhir Ramadhan. Biasanya, sidang itsbât tersebut hanya mendengarkan kesaksian ru'yah al-hilâl orang-orang yang berada dalam wilayah negeri tersebut. Apabila di negeri itu tidak ada seorang pun yang memberikan kesaksiannya tentang ru'yah al-hilâl, maka langsung digenapkan, tanpa menunggu terlebih dahulu apakah di negeri-negeri lainnya --bahkan yang berada di sebelahnya sekalipun-- terdapat kesaksian dari warganya yang telah melihat hilal atau belum. Hasil keputusan tersebut lalu diumumkan di seluruh negeri masing-masing. Kebanyakan rakyat di negeri itu pun tunduk pada pengumuman pemerintah tersebut. Walhasil, terjadilah perbedaan dalam mengawali dan mengakhiri puasa Ramadlan antara negeri-negeri muslim.

    Kewajiban Puasa dan Sabab-nya
    Telah maklum bahwa puasa di bulan Ramadhan merupakan ibadah yang wajib ditunaikan setiap mukallaf. Allah Swt berfirman:
    يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ * أَيَّامًا مَعْدُودَاتٍ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ فَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَهُ وَأَنْ تَصُومُوا خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ *شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآَنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ
    Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa. (Yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barang siapa di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. Barang siapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. (Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) al-Qur'an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang batil). Karena itu, barang siapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu (QS al-Baqarah [2]: 183-185).
    Rasulullah saw bersabda:
    بُنِيَ الْإِسْلَامُ عَلَى خَمْسٍ شَهَادَةِ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ وَإِقَامِ الصَّلَاةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ وَالْحَجِّ وَصَوْمِ رَمَضَانَ
    Islam dibangun atas lima perkara: kesaksian bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan shalat, membayar zakat, haji, dan berpuasa Ramadhan (HR al-Bukhari no. 7; Muslim no. 21; al-Nasa’i no. 4915; Ahmad no. 4567, dari Ibnu Umar ra ).
    Berdasarkan ayat dan Hadits tersebut, puasa di bulan Ramadhan merupakan suatu kewajiban yang harus ditunaikan. Sebagai layaknya ibadah, syara' tidak hanya menjelaskan status hukumnya puasa Ramadhan bahwa ibadah tersebut adalah fardhu ‘ain, tetapi juga secara gamblang dan rinci menjelaskan tentang tata cara pelaksanaannya, baik berkenaan dengan al-sabab, al-syarth, al-mâni’, al-shihah wa al-buthlân, dan al-‘azhîmah wa al-rukhshah-nya.
    Berkenaan dengan sabab (sebab dilaksanakannya suatu hukum) puasa Ramadhan, syara' menjelaskan bahwa ru'yah al-hilâl merupakan sabab dimulai dan diakhirinya puasa Ramadhan. Ketetapan ini didasarkan banyak dalil. Abu Hurairah berkata bahwa Rasulullah saw bersabda:
    صُومُوا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوا لِرُؤْيَتِهِ فَإِنْ غُبِّيَ عَلَيْكُمْ فَأَكْمِلُوا عِدَّةَ شَعْبَانَ ثَلاَثِينَ
    Berpuasalah kalian karena melihatnya (hilal) dan berbukalah kalian karena melihatnya (hilal). Apabila pandangan kalian tersamar (terhalang), maka sempurnakanlah hitungan bulan Sya’ban menjadi 30 hari (HR. Bukhari no. 1776)
    صُومُوا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوا لِرُؤْيَتِهِ فَإِنْ غُمِّيَ عَلَيْكُمْ الشَّهْرُ فَعُدُّوا ثَلَاثِينَ
    Berpuasalah kalian karena melihatnya (hilal) dan berbukalah kalian karena melihatnya (hilal). Apabila pandangan kalian terhalang mendung, maka hitunglah tiga puluh bulan hari (HR Muslim no.1810, dari Abu Hurairah ra.)
    لاَ تَصُومُوا حَتَّى تَرَوْا الْهِلَالَ وَلَا تُفْطِرُوا حَتَّى تَرَوْهُ فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَاقْدُرُوا لَهُ
    Janganlah kalian puasa hingga melihat hilal, jangan pula kalian berbuka hingga melihatnya, jika kalian terhalangi awan, maka sempurnakanlah hitungannya menjadi tiga puluh hari (HR. Bukhari no. 1773, Muslim no. 1795, al-Nasai no. 2093; dari Abdullah bin Umar ra.).
    لاَ تُقَدِّمُوا الشَّهْرَ بِصِيَامِ يَوْمٍ وَلاَ يَوْمَيْنِ إِلاَّ أَنْ يَكُونَ شَيْءٌ يَصُومُهُ أَحَدُكُمْ وَلاَ تَصُومُوا حَتَّى تَرَوْهُ ثُمَّ صُومُوا حَتَّى تَرَوْهُ فَإِنْ حَالَ دُونَهُ غَمَامَةٌ فَأَتِمُّوا الْعِدَّةَ ثَلاَثِينَ ثُمَّ أَفْطِرُوا وَالشَّهْرُ تِسْعٌ وَعِشْرُونَ
    Janganlah kalian mendahului bulan Ramadhan dengan puasa satu atau dua hari kecuali seseorang di antara kalian yang biasa berpuasa padanya. Dan janganlah kalian berpuasa sampai melihatnya (hilal Syawal). Jika ia (hilal) terhalang awan, maka sempurnakanlah bilangan tiga puluh hari kemudian berbukalah (Iedul Fithri) dan satu bulan itu 29 hari (HR. Abu Dawud 1982, al-Nasa’i 1/302, al-Tirmidzi 1/133, al-Hakim 1/425, dan di shahih kan sanadnya oleh al-Hakim dan disetujui oleh al-Dzahabi.)
    إِنَّمَا الشَّهْرُ تِسْعٌ وَعِشْرُونَ فَلَا تَصُومُوا حَتَّى تَرَوْهُ وَلَا تُفْطِرُوا حَتَّى تَرَوْهُ فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَاقْدِرُوا لَهُ
    Sesungguhnya bulan itu ada dua puluh sembilah hari, maka janganlah kalian berpuasa hingga melihatnya. Dan janganlah kalian berbuka hingga melihatnya. Apabila mendung menutupi kalian, maka perkirakanlah.” (HR. Muslim 1797, HR Ahmad 4258, al-Darimi 1743, al-Daruquthni 2192, dari Ibnu Umar ra).
    Berdasarkan Hadits-hadits tersebut, para fuqaha berkesimpulan bahwa penetapan awal dan akhir Ramadhan didasarkan kepada ru'yah al-hilâl. Imam al-Nawawi menyatakan, “Tidak wajib berpuasa Ramadhan kecuali dengan melihat hilal. Apabila mereka tertutup mendung, maka mereka wajib menyempurnakan Sya’ban (menjadi tiga puluh hari), kemudian mereka berpuasa.
    Sayyid Sabiq menyatakan, “Bulan Ramadhan ditetapkan dengan ru’yatul hilal kendati berasal dari (kesaksian) seseorang yang adil atau menyempurnakan Syaban menjadi tiga puluh hari.”
    Menurut pendapat Jumhur, kesaksian ru’yah hilal Ramadhan dapat diterima dari seorang saksi yang adil. Ketetapan itu didasarkan oleh beberapa Hadits Nabi saw, yakni diriwayatkan oleh Ibnu Abbas:
    جَاءَ أَعْرَابِيٌّ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ إِنِّي رَأَيْتُ الْهِلَالَ قَالَ أَتَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ أَتَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ قَالَ نَعَمْ قَالَ يَا بِلَالُ أَذِّنْ فِي النَّاسِ أَنْ يَصُومُوا غَدًا
    Telah datang seorang Arab Badui kepada Nabi Muhammad saw kemudian berkata, ôSungguh saya telah melihat hilal¤. Rasulullah bertanya, “Apakah anda bersaksi bahwa tidak ada ilah selain Allah?” Dia menjawab, “Ya.” Rasulullah bertanya lagi, “Apakah Anda bersaksi bahwa sesungguhnya Muhammad adalah Rasulullah?” Orang tersebut menjawab, “Ya”. Lalu Rasulullah bersabda, “Wahai Bilal, umumkan kepada manusia (khalayak) agar mereka berpuasa besok.” (HR Imam yang lima, disahihkan oleh Khuzaimah & Ibnu Hibban).
    Dalam Hadits tersebut kesaksian seorang yang melihat bulan baru diterima setelah diketahui bahwa dia adalah seorang Muslim. Dari Ibnu Umar ra:
    تَرَاءَى النَّاسُ الْهِلَالَ فَأَخْبَرْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنِّي رَأَيْتُهُ فَصَامَهُ وَأَمَرَ النَّاسَ بِصِيَامِهِ
    Orang-orang melihat hilal, kemudian saya sampaikan Rasulullah saw, “Sesungguhnya saya melihatnya (hilal). Kemudian beliau berpuasa dan memrintahkan orang-orang untuk berpuasa (HR Abu Dawud no. 1995; al-Darimi no, 1744; dan al-Daruquthni no. 2170).
    Rasulullah saw berpuasa dan memerintahkan orang-orang untuk berpuasa berdasarkan kesaksian Ibnu Umar ra.

    Bagaimana dengan Hisab?
    Di samping ru’yat hilal, ada sebagian kaum Muslim yang berpendapat bahwa awal dan akhir puasa dapat ditetapkan berdasarkan hisab (perhitungan astronomis). Di antara beberapa argumentasi yang digunakan untuk melandasi pendapat tersebut adalah Pertama, beberapa ayat al-Quran yang menyebutkan penggunaan hisab dalam penetapan waktu. Seperti firman Allah Swt:
    هُوَ الَّذِي جَعَلَ الشَّمْسَ ضِيَاءً وَالْقَمَرَ نُورًا وَقَدَّرَهُ مَنَازِلَ لِتَعْلَمُوا عَدَدَ السِّنِينَ وَالْحِسَابَ
    Dialah yang menjadikan matahari bersinar, dan bulan bercahaya, dan ditetapkan manzilah-manzilah bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan waktu. (Qs. Yunus [10]: 5).
    Ayat ini menujukkan bahwa Allah Swt. membolehkan kaum Muslimin menghitung tempat-tempat dan garis-garis edar matahari dan bulan, termasuk juga perhitungan waktu dalam hari, bulan dan tahun, pergantian musim dan lain-lain sebagainya. Sebagai salah satu bulan, Ramadhan bisa juga ditetapkan dengan memperhatikan perjalanan bulan. Atas dasar itu, maka penentuan awal dan akhir Ramadhan bisa dilakukan dengan cara perhitungan (hisab).
    Kedua, perintah melakukan ru’yatul hilal pada zaman Rasulullah saw disebabkan karena adanya sebuah ‘illah (sebab disyariahkan suatu hukum), yakni masih belum mengenal ilmu hisab. Dari Ibnu Umar Rasulullah saw bersabda:
    إِنَّا أُمَّةٌ أُمِّيَّةٌ لاَ نَكْتُبُ وَلاَ نَحْسُبُ الشَّهْرُ هَكَذَا وَهَكَذَا يَعْنِي مَرَّةً تِسْعَةً وَعِشْرِينَ وَمَرَّةً ثَلَاثِينَ
    Sesungguhnya kami ini adalah ummat ummi dan tidak menulis dan menghisab. Bulan itu adalah begini dan begini, yakni, kadang-kadang 29 hari kadang-kadang 30 hari (HR. Imam Bukhari no. 1780; dan Muslim no. 1806, Abu Dawud no. 1975; al-Nasai no.2112; dari Ibnu Umar ra dengan Lafadz Bukhari)
    Menurut Hadits ini, umat Islam saat itu dalam keadaan ummi. Mereka tidak bisa menulis dan tidak mengetahui ilmu hisab. Keadaan mereka yang ummi itulah yang diduga sebagai ‘illah diperintahkannya ru’yatul hilal dalam menetapkan awal dan akhir puasa. Karena keadaan itu yang menjadi ‘illah-nya, maka tatkala ‘illah itu sudah tidak ada, maka ru’yat hilal tidak lagi diperintahkan. Untuk mengetahui awal dan akhir puasa cukup dengan menggunakan hisab.
    Ketiga, perintah menggunakan hisab juga bisa dipahami dari beberapa Hadits Nabi saw. Di antaranya adalah sabda Rasulullah saw:
    إِنَّمَا الشَّهْرُ تِسْعٌ وَعِشْرُونَ فَلَا تَصُومُوا حَتَّى تَرَوْهُ وَلَا تُفْطِرُوا حَتَّى تَرَوْهُ فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَاقْدِرُوا لَهُ
    Sesungguhnya bulan itu ada 29 hari, maka janganlah kalian berpuasa hingga melihatnya. Apabila mendung menutupi kalian, maka perkirakanlah. (HR. Muslim no. 1797; Ahmad no. 4258; al-Darimi, no. 1743; al-Daruquthni no. 2192).
    Frase "faqduruulahu" dalam Hadits ini bermakna hitunglah. Itu berarti hadits ini menunjukkan kebolehan menetapkan awal Ramadhan dengan hisab.
    Keempat, kata liru’yatihi (melihatnya), sebagaimana disebutkan dalam banyak Hadits tidak selalu bermakna melihat dengan mata. Di samping berarti melihat dengan mata, kata ra’â berarti juga berpikir atau berpendapat. Oleh karena itu, riwayat-riwayat yang mencantumkan lafadz ra’â, bisa diartikan dengan memikirkan. Bisa diartikan bolehnya menetapkan awal Ramadhan dengan hisab.
    Kelima, penggunaan hisab sesungguhnya sudah banyak dipraktikkan kaum Muslim dalam perkara ibadah. Dalam penentuan waktu shalat, misalnya, kaum Muslim tidak perlu harus matahari, namun cukup dengan melihat jam yang dihasilkan dari perhitungan hisab. Pula, dalam praktek puasa sehari-hari. Dalam berimsak di pagi hari atau berbuka di sore hari, umat Islam tidak harus melihat terbitnya fajar dan terbenamnya matahari di petang hari, namun cukup dengan mempercayakan hasil perhitungan hisab. Jika demikian, mengapa dalam penentuan awal dan akhir Ramadhan tidak diperbolehkan didasarkan hisab?
    Apabila ditelisik, pendapat tersebut termasuk lemah. Kelemahan itu bisa diteliti dari dalil dan argumentasi yang digunakan untuk menyimpulkan pendapat tersebut. Pertama, beberapa ayat yang digunakan sebagai dalil atas absahnya hisab sebagai penentu Ramadhan. Penggunaan ayat-ayat tersebut itu tidak tepat. Alasannya, ayat tersebut bersifat umum. Dalam nash yang bersifat umum, berlaku kaidah al-‘âm yabqâ ‘alâ‘umûmihi mâ lam yarid dalîl at-takhsîsh (sebuah dalil yang bersifat umum tetap pada kemumumannya, selama tidak ada dalil yang mengkhususkannya).
    Berkenaan dengan penentuan awal Ramadhan, sebagaimana telah diungkap terdapat banyak nash sharih yang menyatakan bahwa penentuan awal dan akhir Ramadhan harus berdasarkan ru’yat. Atas dasar itu, keumuman surat Yunus [10]: 5 telah dikhususkan oleh hadits-hadits di atas. Dalam kondisi semacam ini, kita harus berpegang pada kaidah ushul fiqh, “Dalil-dalil umum harus dibawa menuju dalil-dalil khusus bila ditemukan dalil yang lebih khusus”. Dengan demikian, mengamalkan dalil yang lebih khusus adalah kewajiban dan lebih utama.
    Kedua, ‘illah diperintahkannya ru’yatul hilal yang didasarkan Hadits tentang ummi-nya kaum Muslim saat itu. Kesimpulan itu juga tidak tepat. Jika dicermati redaksional Hadits tersebut, sama sekali tidak menunjukkan adanya ‘illah ru’yat al-hilal. Hadits itu hanya memberitakan bahwa kondisi kaum Muslim pada saat itu; bahwa mereka adalah umat yang ummi, tidak menulis dan menghitung (hisab astronomis). Setelah itu kemudian beliau memberitakan jumlah hari dalam satu bulan. Adakalanya 29 hari, adakalanya 30 hari. Tidak ada satu pun lafadz yang menghubungkan antara kondisi yang ummi itu dengan perintah melakukan ru’yat. Oleh karena itu, tidak dapat disimpulkan bahwa kondisi mereka yang ummi menjadi ‘illah bagi perintah melakukan ru’yat.
    Ketiga, kata “faqdurû lahu" yang ditafsirkan hitunglah. Apabila dibandingkan dengan dengan nash-nash Hadits lainnya, maka penafsiran itu tidak tepat. Selain menggunakan kata faqdurû lahu, dalam riwayat-riwayat lainnya digunakan lafadz faakmilû ‘iddah Sya’bân atau faakmilû al-‘iddah tsalâtsîna yang berarti genapkanlah hitungan bulan menjadi tiga puluh hari.. Sebagaimana riwayat menyebutkan:
    صُومُوا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوا لِرُؤْيَتِهِ فَإِنْ غُبِّيَ عَلَيْكُمْ فَأَكْمِلُوا عِدَّةَ شَعْبَانَ ثَلاَثِينَ
    Berpuasalah kalian karena melihatnya (hilal) dan berbukalah kalian karena melihatnya (hilal). Apabila pandangan kalian tersamar (terhalang), maka sempurnakanlah hitungan bulan Sya’ban menjadi 30 hari (HR. Bukhari no. 1776).
    لاَ تُقَدِّمُوا الشَّهْرَ بِصِيَامِ يَوْمٍ وَلاَ يَوْمَيْنِ إِلاَّ أَنْ يَكُونَ شَيْءٌ يَصُومُهُ أَحَدُكُمْ وَلاَ تَصُومُوا حَتَّى تَرَوْهُ ثُمَّ صُومُوا حَتَّى تَرَوْهُ فَإِنْ حَالَ دُونَهُ غَمَامَةٌ فَأَتِمُّوا الْعِدَّةَ ثَلاَثِينَ ثُمَّ أَفْطِرُوا وَالشَّهْرُ تِسْعٌ وَعِشْرُونَ
    Janganlah kalian mendahului bulan Ramadhan dengan puasa satu atau dua hari kecuali seseorang diantara kalian yang biasa berpuasa padanya. Dan janganlah kalian berpuasa sampai melihatnya (hilal Syawal). Jika ia (hilal) terhalang awan, maka sempurnakanlah bilangan tiga puluh hari kemudian berbukalah (Iedul Fithri) dan satu bulan itu 29 hari.”
    صُومُوا لِلرُّؤْيَةِ وَأَفْطِرُوا لِلرُّؤْيَةِ فَإِنْ حَالَتْ دُونَهُ غَيَايَةٌ فَأَكْمِلُوا ثَلاَثِينَ
    Berpuasalah karena melihatnya (hilal) dan berbukalah karena melihatnya (hilal), maka apabila mendung (menutupi) kalian maka sempurnakanlah hitungan menjadi tiga puluh hari. [HR. al-Nasa’i].
    الشَّهْرُ تِسْعٌ وَعِشْرُونَ فَلَا تَصُومُوا حَتَّى تَرَوْهُ وَلَا تُفْطِرُوا حَتَّى تَرَوْهُ فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَاقْدُرُوا لَهُ ثَلَاثِينَ
    Bilangan bulan itu 29 hari. Janganlah kalian berpuasalah hingga melihat bulan, dan janganlah kalian berbuka puasa hingga melihatnya, jika mendung, maka perkirakanlah (faqdurulah) (bulan Sya’ban) 30 hari. [HR. Imam Abu Dawud]
    Bertolak dari Hadits-hadits di atas, penafsiran yang tepat terhadap kata faqdurû lahu adalah sempurnakanlah bilangan (faakmilû ‘iddah) bulan menjadi 30 hari, dan bukan menunjukkan perintah mengunakan hisab. Dengan kata lain, jika ru’yat telah dilakukan, namun terhalang mendung, maka genapkanlah (sempurnakanlah) bilangan Sya’ban menjadi 30 hari. Al-Syarakhsani menyatakan, “Makna kata taqdîr adalah ikmâl al-‘ddah sebagaimana Hadits yang telah dijelaskan.”
    Di samping alasan tersebut, seandainya makna faqdurû lahu adalah hisablah, tentunya Rasulullah Saw tidak akan menyatakan kalimat, “Jika kalian terhalang mendung.” Sebab, hisab tidak dipengaruhi ada atau tidaknya mendung.
    Keempat, kata liru’yatihi yang diartikan sebagai pendapat atau pemikiran. Pemaknaan itu jelas tidak tepat. Bila diperhatikan keseluruhan nash Hadits itu sangat jelas, bahwa ru’yat di sana berarti melihat dengan mata telanjang, bukan hisab. Rasul bersabda:
    صُومُوا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوا لِرُؤْيَتِهِ فَإِنْ غُبِّيَ عَلَيْكُمْ فَأَكْمِلُوا عِدَّةَ شَعْبَانَ ثَلاَثِينَ
    Berpuasalah kalian karena melihatnya (hilal) dan berbukalah kalian karena melihatnya (hilal). Apabila pandangan kalian tersamar (terhalang), maka sempurnakanlah hitungan bulan Sya’ban menjadi 30 hari (HR. Bukhari no. 1776).
    صُومُوا لِلرُّؤْيَةِ وَأَفْطِرُوا لِلرُّؤْيَةِ فَإِنْ حَالَتْ دُونَهُ غَيَايَةٌ فَأَكْمِلُوا ثَلاَثِينَ
    Berpuasalah karena melihatnya (hilal) dan berbukalah karena melihatnya (hilal), maka apabila mendung (menutupi) kalian maka sempurnakanlah hitungan menjadi tiga puluh hari.” (HR. an-Nasa’i).
    Pada Hadits itu juga ada kata, “Jika terhalang mendung, maka sempurnakanlah hitungan menjadi tiga pula hari”. Lafadz ini dengan jelas menunjukkan bahwa ru’yat dalam nash tersebut berarti melihat dengan mata, bukan hisab. Sebab bila lafadz "ra’â" berarti hisab, maka keberadaan mendung (awan) sama sekali tidak menghalangi dilakukan hisab. Penafsiran itu juga akan bertentangan dengan sabda Rasulullah Saw, “Sesungguhnya kami ini adalah ummat yang ummi. Tidak menulis dan menghisab.” [HR. Bukhari]. Hadits ini menceritakan bahwa Rasulullah saw tidak melakukan hisab. Bagaimana bisa dikatakan bahwa tafsir "liru’yatihi" adalah menghitung, sementara Rasulullah Saw memnyatakan bahwa umatnya saat itu adalah umat yang ummi?
    Kelima, kebolehan menggunakan hisab dalam perhitungan waktu shalat tidak bisa diqiyaskan dengan penetapan awal dan akhir Ramadhan. Dalam waktu shalat, al-Quran dan Hadits hanya menjelaskan waktu-waktu yang menjadi sabab dikerjakannya shalat. Seperti firman Allah Swt:
    أَقِمِ الصَّلَاةَ لِدُلُوكِ الشَّمْسِ إِلَى غَسَقِ اللَّيْلِ وَقُرْآَنَ الْفَجْرِ إِنَّ قُرْآَنَ الْفَجْرِ كَانَ مَشْهُودًا
    Dirikanlah shalat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam dan (dirikanlah pula shalat) subuh. Sesungguhnya shalat subuh itu disaksikan (oleh malaikat) (QS al-Isra’ [17]: 78).
    Ayat tersebut langsung menunjuk pada fakta tergelincirnya matahari, gelap malam, atau terbitnya fajar. Semua fakta itu ditetapkan sebagai sabab bagi pelaksanaan shalat. Sehingga, kendati faktanya tidak dilihat secara langsung, namun dapat diketahui melalui perhitungan hisab, maka itu bisa diamalkan. Berbeda dengan puasa. Syara tidak menetapkan awal dan akhir puasa dengan wujûd al-hilâl atau imkân al-ru’yah, namun dengan ru’yah al-hilâl sebagaimana telah dipaparkan.
    Dengan demikian, argumentasi pendapat yang menyatakan absahnya penggunaan hisab untuk penentuan awal dan akhir Ramadhan terbukti lemah. Di samping itu, terdapat nash yang menolak penggunaan selain ru’yah hilal sebagai sebagai penetapan awal dan akhir puasa.
    لَا تَصُومُوا حَتَّى تَرَوْا الْهِلَالَ وَلَا تُفْطِرُوا حَتَّى تَرَوْهُ فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَاقْدُرُوا لَهُ
    Janganlah kalian puasa hingga melihat hilal, jangan pula kalian berbuka hingga melihatnya, jika kalian terhalangi awan, maka sempurnakanlah hitungannya menjadi tiga puluh hari (HR. Bukhari 1773, Muslim 1795, al-Nasai 2093; dari Abdullah bin Umar ra.).
    Hadits ini melarang kaum Muslim berpuasa dan berbuka hingga mereka ru’yatul hilal. Berpuasa yang hanya didasarkan pada perhitungan hisab, jelas termasuk dalam puasa atau berbuka yang tidak disebabkan karena ru’yah.
    Terbukti pula bahwa rukyat adalah pendapat yang lebih kuat (rajih). Dari sini dapat disimpulkan, bahwa rukyat adalah metode yang ditetapkan syariat untuk penetapan awal dan akhir Ramadlan; bukan hisab. Mayoritas ulama dari kalangan Hanafiyah, Malikiyah, Syafi’iyah dan Hanbaliah berpendapat ketidak bolehan bersandar kepada hisab astronomis dalam penentuan awal bulan qamariyah, dan bahwasannya dalam perkara ini wajib bersandar kepada ru’yatul hilal (melihat bulan sabit) dengan penglihatan yang dilakukan di tempat pengamatan terbuka atau tinggi (Rinciannya lihat di dalam tafsir Al Qurtubiy 2/293 dan Al Muhadzab, Ibnu Yusuf As Siraziy jil I hal 179, Kasyful Qina’ oleh mansur bin Idris jil II hal 253, dan Al Lubab, Syarhu Al kitaab oleh ‘Abdul Ghaniy al Maidaniy jil I hal 163).
    Kendati demikian, ilmu hisab bukan berarti tidak berguna . Ilmu tersebut bisa digunakan untuk membantu pelaksanaan ru’yah. Mulai dari posisi hilal yang hendak diru’yah, kapan kira-kira terbitnya, dan sebagainya.

    Persoalan Mathla’
    Persoalan berikutnya adalah mathla’ (tempat lahirnya bulan). Sebagian ulama Syafi’iyyah berpendapat, jika satu kawasan melihat bulan, maka daerah dengan radius 4 farsakh dari pusat ru’yat bisa mengikuti hasil ru’yat daerah tersebut. Sedangkan daerah di luar radius itu boleh melakukan ru’yat sendiri, dan tidak harus mengikuti hasil ru’yat daerah lain.
    Pendapat tersebut disandarkan kepada Hadits yang diriwayatkan dari Kuraib. Diriwayatkan dari Kuraib bahwasanya Ummul Fadl telah mengutusnya untuk menemui Muawiyyah di Syam. Kuraib berkata:
    فَقَدِمْتُ الشَّامَ فَقَضَيْتُ حَاجَتَهَا وَاسْتُهِلَّ عَلَيَّ رَمَضَانُ وَأَنَا بِالشَّامِ فَرَأَيْتُ الْهِلَالَ لَيْلَةَ الْجُمُعَةِ ثُمَّ قَدِمْتُ الْمَدِينَةَ فِي آخِرِ الشَّهْرِ فَسَأَلَنِي عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عَبَّاسٍ ، ثُمَّ ذَكَرَ الْهِلَالَ فَقَالَ : مَتَى رَأَيْتُمْ الْهِلَالَ ؟ فَقُلْتُ : رَأَيْنَاهُ لَيْلَةَ الْجُمُعَةِ ، فَقَالَ : أَنْتَ رَأَيْتَهُ ؟ فَقُلْتُ : نَعَمْ ، وَرَآهُ النَّاسُ وَصَامُوا وَصَامَ مُعَاوِيَةُ ، فَقَالَ : لَكِنَّا رَأَيْنَاهُ لَيْلَةَ السَّبْتِ فَلَا نَزَالُ نَصُومُ حَتَّى نُكْمِلَ ثَلَاثِينَ أَوْ نَرَاهُ ، فَقُلْتُ : أَلَا تَكْتَفِي بِرُؤْيَةِ مُعَاوِيَةَ وَصِيَامِهِ ؟ فَقَالَ : لَا ، هَكَذَا أَمَرَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
    “Aku memasuki Syam lalu menyelesaikan urusan Ummul Fadhl. Ternyata bulan Ramadhan tiba sedangkan aku masih berada di Syam. Aku melihat hilal (bulan sabit) pada malam Jum’at. Setelah itu aku memasuki kota Madinah pada akhir bulan Ramadhan. Ibnu ‘Abbas lalu bertanya kepadaku dan menyebut persoalan hilal’. Dia bertanya, ‘Kapan kalian melihat hilal?’ Aku menjawab, ‘Kami melihatnya pada malam Jum’at.’ Dia bertanya lagi, ‘Apakah kamu sendiri melihatnya?’ Aku jawab lagi, ‘Ya, dan orang-orang juga melihatnya. Lalu mereka berpuasa, begitu pula Muawiyyah.’ Dia berkata lagi, ‘Tapi kami (di Madinah) melihatnya pada malam Sabtu. Maka kami terus berpuasa hingga kami menyempurnakan bilan-gan tiga puluh hari atau hingga kami melihatnya.’ Aku lalu bertanya, ‘Tidak cukupkah kita berpedoman pada ru’yat dan puasa Muawiyyah?’ Dia menjawab, ‘Tidak, (sebab) demikianlah Rasulullah Saw telah memerintahkan kepada kami’.”
    Inilah hadits yang dijadikan sebagai dalil bagi absahnya perbedaan awal dan akhir Ramadhan karena perbedaan mathla’. Apabila dikaji lebih teliti, sesungguhnya pendapat mereka adalah pendapat yang lemah. Kelemahan pendapat mereka didasarkan pada alasan-alasan berikut ini.
    Pertama, dalam Hadits ini mengandung syubhat, apakah Hadits ini tergolong sebagai Hadits marfu’ atau Hadits mauquf. Ditilik dari segi lafadznya, perkataan Ibnu ‘Abbas, “Hakadzâ amaranâ Rasûlullâh saw" (demikianlah Rasulullah Saw telah memerintahkan kepada kami”), seolah-olah menunjukkan sebagai Hadits marfu’. Namun jika dikaitkan dengan munculnya perkataan itu, kesimpulan sebagai Hadits yang marfu’ perlu dipertanyakan.
    Jika dicermati, perkataan Ibnu Abbas “Lâ, hakadzâ amaranâ Rasûlullâh saw” merupakan jawaban atas pertanyaan Kuraib tentang perbedaan antara penduduk Madinah dan Syam dalam mengawali puasa. Perbedaan itu disebabkan karena perbedaan hari dalam meru’yat hilal. Ketika ditanyakan kepada Ibnu Abbas, mengapa penduduk Madinah tidak mengikuti saja rukyat penduduk Syam, kemudian keluarlah jawaban Ibnu Abbas tersebut.
    Menilik kisah tersebut, maka pertanyaan penting yang patut diajukan adalah, apakah peristiwa serupa memang pernah terjadi pada masa Rasulullah saw dan demikianlah keputusan beliau saw dalam menyikapi perbedaan itu? Atau itu merupakan kesimpulan Ibnu Abbas atas sabda Rasulullah saw mengenai penentuan awal dan akhir Ramadhan? Sampai di titik ini, terdapat syubhat mengenai marfu’ atau mauquf-nya Hadits ini. Hal ini berbeda dengan Hadits-hadits lain yang sama-sama menggunakan ungkapan “amaranâ Rasûlullâh saw” dan tidak mengandung syubhat ke-marfu’-annya, seperti Hadits dari Ibnu Umar yang berkata:
    أَمَرَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِزَكَاةِ الْفِطْرِ أَنْ تُؤَدَّى قَبْلَ خُرُوجِ النَّاسِ إِلَى الصَّلَاةِ
    Rasulullah saw memerintahkan kami dalam zakat fithri agar ditunaikan sebelum keluarnya orang-orang untuk shalat (HR Abu Dawud).
    Hadits ini tidak diragukan sebagai Hadits marfu’. Sebab, Hadits berisi sebuah ketentuan hukum atas suatu perbuatan. Berbeda halnya dengan Hadits Ibnu Abbas di atas, yang berisi jawaban beliau atas suatu kasus yang terjadi masa beliau. Oleh karena itu, tidak aneh jika sebagian ulama menggolongkan Hadist ini sebagai Hadits Mauquf. Al-Syaukani misalnya, menyatakan, “Ketahuilah yang layak dijadikan hujjah adalah yang marfu’ dari Ibnu Abbas, bukan ijtihadnya yang dipahami orang-orang. Hal itu ditunjukkkan perkataannya, ““Lâ, hakadzâ amaranâ Rasûlullâh saw”

    Dengan menilik riwayat tersebut, tampak bahwa perkataan Ibnu Abbas tersebut merupakan ijtihad beliau dalam menyikapi kejadian yang terjadi pada saat itu.
    Adanya ungkapan yang disandarkan kepada Rasulullah saw, seperti ungkapan amaranâ Rasûlullâh saw tergolong sebagai Hadits marfu’, seperti Hadits Rasulullah saw:
    أَمَرَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِزَكَاةِ الْفِطْرِ أَنْ تُؤَدَّى قَبْلَ خُرُوجِ النَّاسِ إِلَى الصَّلَاةِ
    Rasulullah saw memerintahkan kami berkait dengan zakat fithri agar ditunaikan sebelum keluarnya orang-orang untuk shalat (HR Abu Dawud).
    namun bila kita bandingkan riwayat-riwayat lain yang juga diriwayatkan oleh Ibnu ‘Abbas sendiri, maka terlihatlah bahwa perkataan Ibnu ‘Abbas itu adalah hasil ijtihad beliau sendiri, bukan riwayat marfu' dari Nabi saw. Ibnu ‘Abbas sendiri banyak meriwayatkan hadits marfu’ yang bertentangan dengan hadits riwayat dari Kuraib di atas. Semisal riwayat dari Ibnu ‘Abbas dari Nabi Saw:
    عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تَصُومُوا قَبْلَ رَمَضَانَ صُومُوا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوا لِرُؤْيَتِهِ فَإِنْ حَالَتْ دُونَهُ غَيَايَةٌ فَأَكْمِلُوا ثَلَاثِينَ يَوْمًا وَفِي الْبَاب عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ وَأَبِي بَكْرَةَ وَابْنِ عُمَرَ قَالَ أَبُو عِيسَى حَدِيثُ ابْنِ عَبَّاسٍ حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ وَقَدْ رُوِيَ عَنْهُ مِنْ غَيْرِ وَجْهٍ
    “Dari Ibnu 'Abbas ra dituturkan, bahwasanya Rasulullah saw bersabda, "Janganlah kalian mendahului bulan Ramadhan dengan puasa satu atau dua hari kecuali seseorang diantara kalian yang biasa berpuasa padanya. Dan janganlah kalian berpuasa sampai melihatnya (hilal Syawal). Jika ia (hilal) terhalang awan, maka sempurnakanlah bilangan tiga puluh hari kemudian berbukalah (Iedul Fithri) dan satu bulan itu 29 hari.”
    Atas dasar itu, hadits dari Kuraib adalah ijtihad pribadi Ibnu ‘Abbas; sedangkan ijtihad shahabat tidak sah dijadilan sebagai dalil untuk menetapkan hukum.
    Kedua, Hadits tentang perintah ru’yat bersifat umum, dan khithabnya (seruannya) berlaku bagi seluruh kaum Muslim. Kata "shûmû liru’yatihi" adalah lafadz umum. Artinya, bila satu daerah telah melihat bulan, maka wilayah yang lain harus berpuasa atau berbuka karena hasil ru’yat daerah tersebut.
    Seruan as-syari' (pembuat syari'at) pada hadits-hadits ini ditujukan kepada seluruh kaum muslimin tanpa ada perbedaan antara orang Syam dengan orang Hijaz, antara orang Indonesia dengan orang Iraq. Lafadz-lafadz hadits tersebut datang dalam bentuk umum karena menggunakan dhomir jama'ah (kata ganti plural/jamak, berupa wawu jama'ah) pada kata shûmû dan afthirû menunjukkan atas umumnya kaum muslimin atau seluruh kaum muslimin. Disamping itu, lafadz liru’yatihi (karena melihatnya) adalah isim jenis (kata benda jenis) yang di-mudhof-kan (disandarkan) kepada dhomir (kata ganti). Bentuk seperti ini menunjukkan bahwa ru'yatul hilal itu bisa dilakukan oleh siapa pun.
    Dengan demikian, hadits-hadits tersebut mengandung pengertian bahwa terlihatnya hilal Ramadhan atau hilal Syawal oleh seorang muslim di mana pun ia berada, mewajibkan kepada seluruh kaum muslimin untuk berpuasa atau berbuka, tanpa terkecuali. Tidak ada perbedaan antara negeri satu dengan negeri yang lain atau muslim satu dengan muslim yang lain. Hal ini disebabkan, siapapun dari kalangan kaum muslimin yang berhasil melakukan ru'yatul hilal maka ru'yat tersebut merupakan hujjah bagi orang yang tidak melihatnya. Kesaksian seorang muslim di suatu negeri tidak lebih utama dari kesaksian seorang muslim di negeri yang lain. Pembagian dan batas-batas yang dibuat oleh orang-orang kafir di negeri-negeri kaum muslimin tidak bernilai. Garis batas dan sekat-sekat nasionalisme itulah yang membuat kaum muslimin di Surabaya berpuasa, sedangkan pendudukan Kuala Lumpur berbuka. Kaum muslimin di Amman (Yordania) sudah merayakan iedul fitri, sedangkan di Damaskus (Syiria) masih berpuasa. Padahal antara dua kota itu sama sekali tidak ada batas, kecuali batas khayal yang dibuat oleh orang-orang kafir semenjak runtuhnya Daulah Khilafah Islamiyyah dan adanya upaya keras oleh para penguasa untuk mempertahankan garis batas tersebut. Nasionalisme itulah yang mengoyak-oyak kesatuan muslimin dalam naungan satu khilafah menjadi lebih dari lima puluh negara-negara kecil.
    Imam asy-Syaukani menyatakan, “Sabda beliau ini tidaklah dikhususkan untuk penduduk satu daerah tertentu tanpa menyertakan daerah yang lain. Bahkan sabda beliau ini merupakan khitab (pembicaraan) yang tertuju kepada siapa saja di antara kaum Muslim yang khitab itu telah sampai kepadanya. ‘Apabila penduduk suatu negeri telah melihat hilal, maka (dianggap) seluruh kaum Muslim telah melihatnya. Ru’yat penduduk negeri itu berlaku pula bagi kaum Muslim lainnya’.”
    Imam asy-Syaukani menyimpulkan, “Pendapat yang layak dijadikan pegangan adalah, apabila penduduk suatu negeri telah melihat bulan sabit (ru’yatul hilal), maka ru’yat ini berlaku pula untuk seluruh negeri-negeri yang lain.”
    Oleh karena itu ketika penduduk suatu negeri melihat hilal, maka wajib atas seluruh negeri berpuasa berdasarkan rukyat negeri tersebut; sebab, Rasulullah Saw bersabda, “Puasalah kalian karena melihat hilal dan berbukalah karena melihatnya.” Ucapan ini umum mencakup seluruh ummat manusia. Jadi siapa saja dari mereka melihat hilal dimanapun tempatnya, maka ru’yat itu berlaku bagi mereka semuanya.
    Imam ash-Shan’ani berkata, “Makna dari ucapan ‘karena melihatnya’ adalah "apabila ru’yat didapati di antara kalian". Hal ini menunjukkan bahwa ru’yat pada suatu negeri adalah ru’yat bagi semua penduduk negeri dan hukumnya wajib.”
    Shiddiq Hasan Khan berkata, “Apabila penduduk suatu negeri melihat hilal, maka seluruh negeri harus mengikutinya. Ini didasarkan pada hadits-hadits sharih yang menyatakan masalah ini, yakni "karena melihat hilal dan berbuka karena hilal’ (Hadits Abu Hurairah dan lain-lain). Hadits-hadits tersebut berlaku untuk semua ummat. Oleh karena itu, barangsiapa diantara mereka melihat hilal dimana saja tempatnya, jadilah ru’yat itu untuk semuanya …”
    Pendapat senada juga diungkapkan oleh Syaikh al-Islam Ibnu Taimiyah dalam Majmu’ al-Fatawa, dimana beliau berkata:
    “Orang-orang yang menyatakan bahwa ru’yat tidak digunakan bagi semuanya (negeri-negeri yang lain) seperti kebanyakan pengikut-pengikut madzhab Syafi’i; dan diantara mereka ada yang membatasi dengan jarak qashar shalat, ada yang membatasi dengan perbedaan mathla’ seperti Hijaz dengan Syam, Iraq dengan Khurasan", sesungguhnya kedua-duanya lemah (dha’if) karena jarak qashar shalat tidak berkaitan dengan hilal…Apabila seseorang menyaksikan pada malam ke 30 bulan Sya’ban di suatu tempat, dekat maupun jauh, maka ia wajib berpuasa. Demikian juga kalau ia menyaksikan hilal pada waktu siang menjelang maghrib maka ia harus imsak (berpuasa) untuk waktu yang tersisa, sama saja baik satu iklim atau banyak iklim.”
    Secara normatif sekitar tiga belas abad lalu, tiga Imam Madzhab --Maliki, Hanafi dan Hambali-- telah menggariskan wajib atas kaum Muslimin dimanapun berada, memulai puasa Ramadhan pada hari yang sama. Dasar penetapannya, tak lain adalah “ru’yatul hilal” (penyaksian bulan sabit) yang mana hukum ru’yat tersebut menjadi fardhu kifayah atas kaum kuslimin di setiap negeri Islam.
    Menurut Imam Malik, apabila penduduk kota Basrah (Irak) melihat bulan sabit Ramadhan, lalu berita itu sampai ke Kufah, Madinah, dan Yaman, maka wajib atas kaum Muslimin, berpuasa berdasarkan ru’yat tersebut. Atau melakukan qadla puasa jika berita itu datangnya terlambat (Lihat Tafsir Al Qurthuby, Jld. II hal. 296).
    Sementara dalam Kitab Ad Durul Mukhtar wa Raddul Muhtar Jld. II hal. 131-132, dari Imam Hashfaky, tercantum pendapat madzhab Hanafi yang menyatakan: “Bahwasanya perbedaan mathla’ tidak dapat dijadikan pegangan. Begitu juga melihat bulan sabit di siang hari, sebelum dhuhur, atau menjelang dhuhur. Dalam soal ini, penduduk di wilayah Timur (benua Asia) harus mengikuti (ru’yat kaum Muslimin) yang ada di Barat (Timur Tengah), jika ru’yat mereka dapat diterima (syah) menurut Syara’ “.
    Sedangkan menurut Imam Ibnu Hanbal (madzhab hanbali), apabila ru’yat telah terbukti, di suatu tempat yang jauh atau dekat, maka seluruh kaum Muslimin harus ikut melakukan puasa Ramadhan. (Mughnil Muhtaj, Jld. II hal. 223-224).
    Sebagian pengikut Madzhab Maliki, seperti Ibnu al Majisyuun, menambahkan syarat, ru’yat itu harus diterima oleh seorang khalifah. “Tidak wajib atas penduduk suatu negeri mengikuti rakyat negeri lain, kecuali hal itu telah terbukti diterima oleh al imamul a’dham (khalifah). Setelah itu, seluruh kaum Muslimin wajib berpuasa. Sebab, seluruh negeri bagaikan satu negeri. Dan keputusan khalifah berlaku bagi seluruh kaum Muslimin” (Nailul Authar, Jld. II hal. 218).
    Pendapat para imam madzhab tersebut didasarkan pada berbagai hadits Rasululah Saw.. Diantaranya sabda Rasul yang diriwayatkan Imam al Hakim :

    “Sesungguhnya Allah telah menjadikan bulan sabit sebagai tanda (masuknya) awal bulan. Jika kalian melihatnya (bulan sabit Ramadhan), maka berpuasalah. Dan jika kalian melihatnya (bulan sabit Syawal), maka berbukalah. Apabila penglihatanmu terhalang (karena faktor cuaca dsb), maka genapkanlah hitungannya menjadi 30 hari. Ketahuilah, setiap bulan tidak pernah lebih dari 30 hari.” (lihat Kita Al-Mustadrak ‘ala Ash-Shahihain, Jilid I. Halaman 423).
    Menurut Al Hakim yang dibenarkan oleh Adz Dzahabi, hadits itu shahih dari segi sanad berdasarkan kriteria Imam Bukhari dan Muslim, meskipun keduanya tidak meriwayatkan hadist tersebut. Banyak hadits yang senada maknanya dengan hadits itu. Lafadz hadits di atas bersifat umum, mencakup seluruh kaum Muslimin, dimanapun berada.
    Jika penduduk negeri-negeri Timur (benua Asia) jauh melihat bulan sabit Ramadhan, maka ru’yat wajib diikuti oleh kaum Muslimin yang berada di negeri-negeri belahan Barat (Timur Tengah), tanpa kecuali. Karena itu, wajib kaum Muslimin melakukan puasa pada hari yang sama

    Ketiga, riwayat Kuraib tersebut merupakan ijtihad seorang sahabat. Atas dasar itu, hadits tersebut tidak absah dijadikan dalil atau apa pun untuk mentakhsis (mengkhususkan) keumuman lafadz yang terdapat dalam hadist "shûmû liru’yatihi". Sebab, yang bisa mentakhsis dalil syara’ harus dalil syara’ pula. Sehingga, hadist-hadist tersebut tetap dalam keumumannya. Sebagaimana kaidah ushul, "al-‘âm yabqa fi ‘umûmihi ma lam yarid dalil at-takhsish" (sebuah dalil yang bersifat umum tetap pada kemumumannya, selama tidak ada dalil yang mengkhususkannya).
    Seandainya riwayat Kuraib tersebut absah digunakan sebagai dalil (hadits marfu’), maka berpegang kepada hadits yang diucapkan oleh Rasulullah Saw secara langsung (qâla Rasulullah Saw) lebih kuat dibandingkan dengan hadits yang dikatakan oleh seorang shahabat (misalnya, qâla Ibnu ‘Abbas). Imam al-Amidi mengatakan, “Hadits yang telah disepakati kemarfu’annya lebih dikuatkan daripada hadits yang masih diperselisihkan kemarfu’annya. Hadits yang dituturkan dengan lafadz asli dari Rasulullah Saw lebih dikuatkan daripada hadits yang diriwayatkan bil makna.”
    Keempat, penolakan Ibnu ‘Abbas ra terhadap ru’yatnya Mu’awiyyah bisa dipahami karena arus informasi ru’yat saat itu memang tidak cepat tersiar ke negeri-negeri kaum Muslim yang lain. Pasalnya, alat-alat transportasi dan telekomunikasi pada saat itu sangat terbatas dan lambat. Akibatnya, informasi ru’yat di satu daerah kadang-kadang baru sampai sehari atau lebih. Melihat kondisi ini, Rasulullah Saw dan para shahabat membiarkan daerah-daerah yang jauh untuk tidak terikat dengan hasil ru’yat penduduk Madinah maupun Mekah, dikarenakan halangan-halangan jarak. Imam asy-Sya’rani menuturkan, “Para shahabat ra tidak memerintahkan suatu negeri untuk mengikuti hasil ru’yat penduduk Madinah, Syam, Mesir, Maghrib, dan sebagainya.” Barangkali pendapat mereka disandarkan pada sebuah riwayat yang menuturkan bahwasanya penduduk Nejed telah memberitahu kepada Rasulullah Saw, bahwa ru’yat mereka lebih awal satu hari dibandingkan dengan ru’yat penduduk Madinah. Lalu, Nabi Saw bersabda, “Setiap penduduk negeri terikat dengan ru’yat mereka sendiri-sendiri.” [Musnad Imam Ahmad, 6/18917].
    Hanya saja, hadits ini sama sekali tidak menunjukkan, bolehnya kaum Muslim bersikukuh dengan ru’yat masing-masing, atau untuk membenarkan mathla’. Hadits ini hanya merupakan solusi (pemecahan) yang diberikan oleh Rasulullah Saw tatkala kaum Muslim menghadapi kendali waktu dan jarak saat itu. Sebab, hadits-hadits yang lain justru menunjukkan, bahwa Rasulullah Saw membatalkan puasanya karena mendengar informasi ru’yat dari negeri lain; misalnya hadits yang diriwayatkan oleh Imam Lima.
    Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani dalam mengomentari ucapan Sayyid Sabbiq yang mendukung pendapat yang mewajibkan ru’yat bagi setiap penduduk suatu negeri dan penentuan jarak dan tanda-tandanya mengatakan, "…Saya —demi Allah— tidak mengetahui apa yang menghalangi Sayyid Sabiq sehingga dia memilih pendapat yang syadz (ganjil) ini dan enggan mengambil keumuman hadits yang shahih dan merupakan pendapat jumhur ulama sebagaimana yang dia sebutkan sendiri. Pendapat ini juga telah dipilih oleh banyak kalangan ulama muhaqiqin seperti Ibnu Taimiyyah, di dalam al-Fatawa jilid 25, asy-Syaukani dalam Nailul Authar, Shiddiq Hasan Khan di dalam ar-Raudhah an-Nadiyah 1/224-225 dan selain mereka. Dan inilah yang benar. Pendapat ini tidak bertentangan dengan hadits Ibnu ‘Abbas (hadits Kuraib) karena beberapa perkara yang disebutkan As-Syaukani rahimahullah. Kemungkinan yang lebih kuat untuk dikatakan adalah bahwa hadits Ibnu ‘Abbas tertuju bagi orang yang berpuasa berdasarkan ru’yat negerinya, kemudian sampai berita kepadanya pada pertengahan Ramadhan bahwa di negeri lain melihat hilal satu hari sebelumnya. Pada keadaan semacam ini beliau (Ibnu ‘Abbas) meneruskan puasanya bersama penduduk negerinya sampai sempurna 30 hari atau melihat hilal. Dengan demikian hilanglah kesulitan (pengkompromian dua hadits) tersebut sedangkan hadits Abu Harairah dan lain-lain tetap pada keumumannya, mencakup setiap orang yang sampai kepadanya ru’yat hilal dari negeri mana saja tanpa adanya batasan jarak sama sekali, sebagaimana yang ditegaskan oleh Ibnu Taimiyah di dalam al-Fatawa 75/104…”
    Kelima, selain itu; ijtihad Abdullah Ibnu ‘Abbas ra di atas bertentangan dengan makna sharih (eksplisit) yang terkandungh di dalam hadits yang diriwayatkan dari sekelompok sahabat Anshor:
    “Hilal bulan Syawal tertutup oleh mendung bagi kami sehingga kami tetap berpuasa pada keesokan harinya. Menjelang sore hari datanglah beberapa musafir dari Mekkah ke Madinah. Mereka memberikan kesaksian di hadapan Nabi Saw bahwa mereka telah melihat hilal kemarin (sore). Maka Rasulullah Saw memerintahkan mereka (kaum Muslim) untuk segera berbuka dan melaksanakan sholat ‘Ied pada keesokan harinya.”
    Hadits ini menunjukkan bahwa Rasulullah Saw memerintahkan kaum Muslim untuk membatalkan puasa setelah mendengar informasi ru’yatul hilal bulan Syawal dari beberapa orang yang berada di luar Madinah al-Munawarah. Peristiwa itu terjadi ketika ada serombongan orang dari luar Madinah yang memberitakan bahwa mereka telah melihat hilal Syawal di suatu tempat di luar Madinah al-Munawarah sehari sebelum mereka sampai di Madinah. Kebolehan mathla’ juga akan bertentangan dengan riwayat Ibnu ‘Abbas sendiri;
    “Telah datang seorang Arab Badui kepada Nabi Muhammad Saw kemudian berkata, ‘Sungguh saya telah melihat hilal.’ Rasulullah bertanya, ‘Apakah anda bersaksi bahwa tidak ada ilah selain Allah?’ Dia menjawab, ‘Ya.’ Rasulullah bertanya lagi, ‘Apakah Anda bersaksi bahwa sesungguhnya Muhammad adalah Rasulullah?’ Orang tersebut menjawab, ‘Ya.’ Lalu Rasulullah bersabda, ‘Wahai Bilal umumkan kepada manusia (masyarakat) agar mereka berpuasa besok.” [HR. Imam yang lima, disahihkan oleh Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hiban].
    Keenam, secara astronomis perbedaan mathla’ akan terasa aneh dan janggal. Daerah yang terletak dalam satu bujur harusnya bisa memulai puasa Ramadlan pada waktu yang bersamaan. Sebab, daerah yang terletak sebujur, sejauh apapun jaraknya tidak akan berbeda atau berselisih waktu. Namun, faktanya dengan adanya negara-negara bangsa, daerah-daerah yang terletak satu bujur memulai puasa tidaklah serentak, padahal secara astronomi harusnya bisa memulai puasa secara bersamaan. Selain itu, daerah yang terletak beda bujur, selisih waktu terjauh tidak sampai sehari. Jika demikian, tidak mungkin ada selisih waktu lebih dari sehari. Adanya mathla’ memungkinkan suatu daerah berbeda dengan daerah lain, meskipun secara astronomi harusnya tidak terjadi perselisihan dan perbedaan pendapat dalam memulai atau mengakhiri puasa Ramadhan. Kenyataan seperti ini mengharuskan kita meninggalkan mathla’.
    Ketujuh, dengan memperhatikan persatuan dan kesatuan ummat Islam seluruh dunia, kaum Muslim akan lebih arif memilih pendapat untuk serentak melakukan puasa Ramadhan di seluruh dunia. Harapannya, langkah semacam ini merupakan titik awal menuju persatuan ummat Islam seluruh dunia.
    Dalam sejarah pernah dituturkan, bahwa para khalifah dari Dinasti ‘Utsmaniyyah telah mengadopsi pendapat madzhab Hanafi yang menyatakan, “Perbedaan mathla’ tidak diakui. Penduduk timur wajib terikat dengan hasil ru’yat penduduk barat, jika ru’yat berhasil mereka tetapkan berdasarkan cara-cara yang telah ditentukan.”

    By : M. Labib

     
    rianprestasi.blogspot.com is proudly powered by Blogger.com | Template by o-om.com