“Ukir Prestasi, Raih Jati Diri Dengan Usaha, Rasa Cinta, dan Penuh Keikhlasan Kepada-Nya [U Can, If U Think U Can]"

Monday, February 2, 2009

Seruan Untuk Umat Islam

Wahai Kaum Muslim
Belumkah Saatnya Anda Menyadari, bahwa Khilafahlah Satu-satunya
Yang Memuliakan dan Menyelamatkan Anda..
Dan Anda Menyadari, bahwa Para Penguasa Anda adalah
Pelindung Musuh Anda, bukan Pelindung Anda?

Pada tanggal 27 Desember 2008 yang lalu, negara Yahudi telah memulai serangan biadabnya ke Gaza, kemudian meluluhlantakkan, melakukan pembantaian, dan seterusnya… Bahkan telah membumihanguskan manusia, tetumbuhan, bebatuan dan sebagainya… Setelah itu, negara Yahudi itu pun mengumumkan gencatan senjata pada tanggal 17 Januari 2009 secara sepihak untuk memberikan gambaran opini umum, bahwa mereka mempunyai kekuatan dan keperkasaan, dimana negara Yahudi itu bisa memulai serangan biadabnya kapan saja, dan menghentikannya kapan saja sesukanya.

Negara Yahudi itu memang telah melakukan semuanya itu, sementara para penguasa kaum Muslim hanya bisa menghitung korban yang tewas dan terluka, atau bahkan mungkin mereka tidak pernah menghitungnya dan tidak pula menghiraukannya! Karena mereka telah berhasil melakukan kebohongan publik, penyesatan, pengkhianatan dan konspirasi untuk mereduksi masalah Palestina dari permasalahan Islam menjadi masalah bangsa Arab, kemudian menjadi masalah bangsa Palestina hingga kemudian hanya sekadar masalah penduduk Gaza!

Pada tanggal 27 Desember 2008 yang lalu, negara Yahudi telah memulai serangan biadabnya ke Gaza, kemudian meluluhlantakkan, melakukan pembantaian, dan seterusnya… Bahkan telah membumihanguskan manusia, tetumbuhan, bebatuan dan sebagainya… Setelah itu, negara Yahudi itu pun mengumumkan gencatan senjata pada tanggal 17 Januari 2009 secara sepihak untuk memberikan gambaran opini umum, bahwa mereka mempunyai kekuatan dan keperkasaan, dimana negara Yahudi itu bisa memulai serangan biadabnya kapan saja, dan menghentikannya kapan saja sesukanya.
Negara Yahudi itu memang telah melakukan semuanya itu, sementara para penguasa kaum Muslim hanya bisa menghitung korban yang tewas dan terluka, atau bahkan mungkin mereka tidak pernah menghitungnya dan tidak pula menghiraukannya! Karena mereka telah berhasil melakukan kebohongan publik, penyesatan, pengkhianatan dan konspirasi untuk mereduksi masalah Palestina dari permasalahan Islam menjadi masalah bangsa Arab, kemudian menjadi masalah bangsa Palestina hingga kemudian hanya sekadar masalah penduduk Gaza!
Tindakan mereka itu telah dibantu oleh sejumlah organisasi Palestina, yang telah menjadikan keputusan-keputusan KTT Arab dan Islam, agar meninggalkan Palestina dan menjadikannya hanya menjadi masalah bagi bangsa Palestina. Keputusan-keputusan itu telah menjadikannya hanya sebagai seremoni Palestina! Dengan seremoni ini, para penguasa itu telah membangun pengkhianatan mereka kepada Palestina. Karena itu, tidak ada satu pun front yang dibuka untuk membela Gaza, baik oleh negara-negara di sekitar Palestina, yang ada dataran tinggi Golan, Selatan Lebanon, Kaero, Riyadh, Amman, dan sebagainya... ataupun oleh negara-negara yang memiliki peluncur rudal yang bisa menjangkau negara Yahudi, seperti Iran, Pakistan atau yang lainnya... Semuanya itu hanya untuk menjaga seremoni tersebut dilakukan oleh warganya, bahkan ketika seremoni tersebut telah berubah menjadi pembantaian seperti yang dilakukan oleh negara Yahudi sekalipun.
Wahai kaum Muslim, bukankah merupakan kehinaan dan aib ketika para penguasa Anda justru bersikap keras kepala untuk berunding dengan entitas Yahudi dalam perjanjian damai dengannya, ataupun menyerah kalah. Keduanya adalah sama. Padahal, seharusnya mereka menunaikan kewajiban dari Rabb mereka dengan melenyapkan entitas Yahudi yang merampas Palestina?
Bukankah merupakan kehinaan dan aib, ketika Gaza dibantai, sementara para penguasa itu tetap tidak mau mengerahkan tentara untuk menolong Gaza, bahkan sebaliknya mereka malah memperdagangkan darah-darah penduduk Gaza dengan berbagai konferensi yang merealisasikan kemaslahatan bagi negara Yahudi, yang justru tidak bisa direalisasikan di medan perang?
Bukankah merupakan kehinaan dan aib, ketika semua pengorbanan mereka harus diakhiri dengan perundingan dan konferensi yang justru menjaga keamanan Yahudi, mewujudkan keberlangsungan mereka, serta mengokohkan entitasnya? Kami tidak mengatakan, pengorbanan di medan perang yang tampak seolah-olah entitas Yahudi itu menang, sebaliknya kami katakan pengorbanan di medan perang yang tidak pernah dimenangkan oleh entitas Yahudi:
Akhir Perang 1973 di Mesir, dimana tentara Mesir telah berhasil menembus terusan Suez dan menerobos garis demarkasi, sehingga dalam peperangan tersebut tentara Yahudi mengalami kekalahan dan nasib buruk, namun justru berakhir dengan Perjanjian Camp David yang telah mengeluarkan Mesir dari peperangan dengan negara Yahudi, sehingga untuk menambah jumlah polisi Mesir satu orang saja terpaksa membutuhkan persetujuan dari negara Yahudi itu!
Begitulah, pada akhirnya keamanan negara Yahudi itu pun secara penuh dan memadai harus dijaga oleh pihak Mesir! Kemudian diikuti dengan Perjanjian Wadi Arobah yang melanjutkan jejak Perjanjian Camp David, dan keamanan Yahudi pun harus dijaga oleh Yordania.
Akhir dari Perang 1973 di Suriah, dimana tentara Suriah pada awalnya berhasil menguasai lereng Thabariyah dan sekitarnya, yang semuanya itu diperoleh melalui peperangan hebat dalam posisinya di dataran tinggi Golan. Ternyata akhir dari semuanya itu adalah Kesepakatan Golan, yang menjaga keamanan negara Yahudi di dataran Golan, meskipun negara Yahudi itu tetap saja mencaploknya. Suriah pun akhirnya harus menjaga keamanan Yahudi secara penuh dan memuaskan!
Kemudian akhir dari Perang Lebanon 2006, ketika roket-roket pasukan perlawanan (Hizbullah) menghujani sejumlah lokasi di Israel, dan memenuhi hati orang-orang Yahudi itu dengan kepanikan dan ketakutan, namun akhir dari peperangan tersebut justru keluarnya Resolusi 1701 yang menjaga keamanan Yahudi di Selatan Lebanon. Sampai pada satu titik, dimana front di Selatan Lebanon tetap dingin, meskipun pembantaian biadab terhadap penduduk Gaza tengah berlangsung... Padahal front itu dahulu pernah membara meski lebih kecil daripada pembataian Gaza kali ini!
Itulah akhir dari sikap kepahlawanan penduduk Gaza, yang akhirnya harus diakhiri dengan sejumlah langkah hina demi merealisasikan Resolusi 1860, melalui perjanjian keamanan antara Amerika dengan entitas Yahudi, yang bertujuan untuk menjaga keamanan entitas ini, baik di atas maupun di dasar laut! Kemudian diikuti, dan jejaknya ditutup dengan Konferensi Sharm asy-Syaikh Arab-Eropa-Turki untuk menyusun hasil-hasil perjanjian keamanan yang mendukung dan mengokohkan entitas Yahudi, serta memaksakan blokade senjata terhadap Gaza yang lebih kuat dan berbahaya daripada blokade sebelumnya...
Semuanya itu berlangsung di depan mata para penguasa itu, dan mereka dengar sendiri, bahkan di antara mereka malah ada yang justru menyempurnakan dan memastikan blokade ini melalui sejumlah konferensi yang berlangsung secara paralel, atau hanya ikut-ikutan, yang ujungnya diakhiri dengan keburukan dan kemudaratan.
Wahai kaum Muslim... Meskipun Amerikalah yang memimpin serangkaian propaganda keamanan untuk mendukung entitas Yahudi, bahkan Konferensi Sharm asy-Syaikh yang diselenggarakan pada tanggal 18 Januari 2009, yang diikuti lima negara Eropa, namun konferensi tersebut sejatinya hanya mengikuti Kesepakatan Amerika-Yahudi tanggal 16 Januari 2009. Meskipun demikian, kalau bukan karena dukungan dari para penguasa di negeri Muslim kepada Amerika, pasti Amerika tidak akan bisa membawa apapun di negeri-negeri kaum Muslim, baik itu perdamaian maupun peperangan.
Para penguasa itu pun sebenarnya mendengar jeritan histeris anak-anak, rintihan orang-orang yang terluka dan orang-orang tua, serta seruan orang-orang yang meminta pertolongan, bahkan ribuan kali jeritan: Wahai Mu’tashim!.. Meski begitu, para penguasa itu tetap saja tuli, bisu, buta, dan tidak mau berpikir!
Wahai kaum Muslim, apakah setelah semuanya ini, masihkan Anda tidak menyadari, bahwa sejatinya para penguasa itu adalah pelindung musuh-musuh Anda, dan bukan pelindung Anda? Apakah Anda masih tidak sadar juga, bahwa semua orang yang ikut andil mengokohkan gagasan, bahwa masalah Palestina adalah masalah bangsa Palestina, bahkan hanya masalah penduduk Gaza saja; semua orang yang ikut andil dalam hal ini, meski hanya dengan satu kata saja, maka dia sejatinya telah ikut andil dalam menelantarkan Palestina?
Mungkinkah entitas Yahudi itu dilenyapkan dan Palestina dikembalikan secara utuh ke pangkuan negeri Islam, sekali lagi mungkinkah itu semua dilakukan tanpa adanya sebuah negara yang mengerahkan tentara untuk memerangi entitas Yahudi, lalu mengalahkan dan melenyapkan eksistensinya?
Wahai kaum Muslim, belum cukupkah semua musibah yang menimpa Anda ini, juga kehinaan dan kenistaan yang dibelenggukan ke leher Anda oleh para penguasa Anda? Belum cukupkah semuanya ini untuk membulatkan azam dan tekad Anda untuk berjuang dengan sungguh-sungguh dan serius demi mendirikan Khilafah yang akan mengembalikan kemuliaan Anda? Dengannya, berarti Anda menolong Allah, dan Allah pun akan menolong Anda.
Kemudian Anda, wahai para tentara kaum Muslim, tidakkah Anda seharusnya menebus kesalahan Anda dengan mentaati para penguasa Anda yang zalim dan mengabdi kepada kaum Kafir, serta diamnya Anda untuk membela penduduk Gaza, sekali lagi tidakkah Anda seharusnya menebus semuanya itu dengan meninggalkan dan mengganti para penguasa itu, dan menolong para perjuang yang berjuang untuk menegakkan Khilafah, sehingga Allah memuliakan Anda dengan terealisasinya kabar gembira dari Rasulullah saw melalui tangan-tangan Anda:
«... ثُمَّ تَكُوْنُ خِلاَفَةً عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ»
… Kemudian akan tegak Khilafah yang mengikuti manhaj kenabian?

Wahai kaum Muslim, sungguh benar-benar telah penuh sesak, dan adzab dunia pun dipenuhi dengan kehinaan dan kesedihan mengalir deras di depan mata Anda. Bahkan orang yang diliputi kehinaan dan martabat yang rendah pun kini telah memiliki kekuatan dan kekuasaan terhadap diri Anda:

أَوَلاَ يَرَوْنَ أَنَّهُمْ يُفْتَنُوْنَ فِي كُلِّ عَامٍ مَرَّةً أَوْ مَرَّتَيْنِ ثُمَّ لاَ يَتُوْبُوْنَ وَلاَ هُمْ يَذَّكَّرُوْنَ
Dan tidakkah mereka memperhatikan bahwa mereka diuji sekali atau dua kali setiap tahun, kemudian mereka tidak juga bertaubat dan tidak pula mengambil pelajaran? (QS. at-Taubah [9]: 126)

Wahai kaum Muslim… Ini merupakan masalah yang serius, bukan main-main. Anda kini hanya mempunyai dua pilihan: Pertama, diam dan tidak ikut berjuang mengganti para penguasa itu, hingga kehinaan dan nestapa pun akan terus membelenggu leher Anda akibat ulah para penguasa Anda, yang justru mengubah kemenangan Anda menjadi kekalahan, melalui berbagai perundingan dan perjanjian... Setelah itu, akan diikuti dengan kehinaan di dunia, serta kesedihan dan azab, disamping adzab di akhirat yang jauh lebih pedih dan dahsyat:
وَلَعَذَابُ الْآخِرَةِ أَكْبَرُ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ
Dan sesungguhnya azab pada hari akhirat lebih besar kalau mereka mengetahui.(QS. Az-Zumar [39]: 26; al-Qalam [68]: 33)

Atau pilihan kedua, bergerak secara aktif untuk mengganti para penguasa itu, dan mengangkat seorang Khalifah ar-Rasyid yang akan menjadi pelindung dan perisai, dimana rakyat akan berperang di belakangnya. Dengan begitu, Anda akan bisa melenyapkan entitas Yahudi dan mengembalikan bumi Palestina secara utuh ke pangkuan negeri Islam. Dengan itu, Anda pun bisa meraih kemuliaan di dunia dan di akhirat.
Wahai kaum Muslim, sesungguhnya Hizbut Tahrir menyerukan kepada Anda dengan suara lantang, bahwa pada diri Anda terdapat kekuatan. Jika kekuatan itu ditempatkan pada tempatnya, pasti akan berbuah. Sesungguhnya para tentara itu adalah putera-puteri Anda. Mereka pun akan bergerak melalui pergerakan Anda. Lalu, apakah Anda tetap tidak akan bergerak?
Wahai para Tentara, sesungguhnya Hizbut Tahrir menyerukan kepada Anda dengan suara lantang, bahwa Anda adalah bagian dari umat yang memiliki vitalitas; umat terbaik yang pernah dilahirkan untuk seluruh umat manusia sejak Rasulullah saw memimpinnya, lalu diteruskan oleh para Khulafa’ ar-Rasyidin, kemudian oleh para khalifah setelahnya. Ingatlah nenek moyang Anda yang menjadi pahlawan dan pasukan mujahidin yang telah memimpin pasukan, menyebarluaskan Islam, membebaskan berbagai wilayah, mengalahkan musuh dan menceraiberaikannya di belakang mereka.
Wahai kaum Muslim... Wahai para Tentara...
Tebuslah dosa Anda karena diam tidak menolong Gaza, dengan jalan berjuang sungguh-sungguh untuk menegakan Khilafah hingga Anda meraih kemuliaan di dunia dan akhirat. Apakah Anda mau melalukannya? Apakah Anda bersedia memenuhi seruan ini?
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوْا اسْتَجِيْبُوْا لِلَّهِ وَلِلرَّسُوْلِ إِذَا دَعَاكُمْ لِمَا يُحْيِيْكُمْ وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللَّهَ يَحُوْلُ بَيْنَ الْمَرْءِ وَقَلْبِهِ وَأَنَّهُ إِلَيْهِ تُحْشَرُوْنَ
Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu, dan ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah membatasi antara manusia dan hatinya dan sesungguhnya kepada-Nyalah kamu akan dikumpulkan.(QS. al-Anfâl [8]: 24)


23 Muharram 1430 H Hizbut Tahrir
19 Januari 2009

GOLPUT HARAM?

Kontroversi di seputar usulan fatwa haramnya golput dalam Pemilu—yang pernah dilontarkan oleh Ketua MPR Hidayat Nurwahid beberapa waktu lalu—tampaknya direspon Majelis Ulama Indonesia (MUI). Dalam Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia III yang diselenggarakan 23-26 Januari 2009 lalu di Padang Panjang Sumatera Barat, golput menjadi salah satu agenda pembahasan; selain sejumlah masalah seperti kasus penikahan dini, senam yoga, rokok, bank mata dan organ tubuh lainnya serta sejumlah UU.

Terkait dengan golput dalam Pemilu, Ijtima Ulama yang dihadiri oleh 700 ulama dan cendekiawan tersebut menghasilkan sebuah kesimpulan (baca: fatwa), bahwa golput hukumnya haram. "Golput haram bila masih ada calon yang amanah dan imarah, apapun partainya,” papar Humas MUI, Djalal (Kompas, 27/1/2009). Ini karena, menurut Sekretaris Umum MUI Pusat Ichwan Syam, "Pemilihan umum dalam pandangan Islam adalah upaya untuk memilih pemimpin atau wakil yang memenuhi syarat-syarat ideal bagi terwujudnya cita-cita bersama sesuai dengan aspirasi umat dan kepentingan bangsa." (Republika, 27/1/2009).

Namun, pandangan berbeda dikemukakan Dr. Sofjan S. Siregar. Ia menyatakan bahwa fatwa MUI yang mengharamkan golput adalah sebuah 'blunder ijtihad' dalam sejarah perfatwaan MUI. Justru mengharamkan golput itu hukumnya haram. "Sampai detik ini, saya gagal menemukan referensi dan rujukan serta dasar istinbath para ulama yang membahas masalah itu," ujar Sofjan, doktor syariah lulusan Khartoum University, direktur ICCN, Ketua ICMI Orwil Eropa dan dosen Universitas Islam Eropa di Rotterdam. "Oleh sebab itu, saya menyerukan kepada pematwa dan peserta rapat MUI yang terlibat dalam 'manipulasi politik fatwa golput' untuk bertobat dan minta maaf kepada umat Islam Indonesia, karena terlanjur membodohi umat," tandas Sofjan (Detik.com, 27/1/2009).

Pengamat politik Indobarometer M. Qodari bahkan menilai, dengan fatwa tersebut MUI telah melanggengkan bobroknya sistem politik di Indonesia. “Kalau mereka dilarang untuk golput, hal itu justru menjustifikasi sistem politik yang tidak baik. Fatwa harusnya menganjurkan pada kebaikan,” jelas Qodari (Detik.com, 26/1/2009).

Komentar tajam juga dilontarkan oleh pengamat politik dan ekonomi, Ichsanuddin Noorsy. Menurut Noorsy, MUI tidak konsisten dalam berpijak mengeluarkan fatwanya. Sebab, Pemilu yang dilakukan dengan basis individual atau demokrasi liberal merupakan pemikiran Barat. Karenanya, Noorsy menambahkan, alasan dan argumen rasional MUI lemah. "Fatwa MUI kali ini pun gagal merujuk al-Quran dan Hadis. Kalau fatwa ini mempertimbangkan kebaikan, berarti MUI mengabaikan kebenaran ajaran dan kecerdasan masyarakat," tegasnya. (Detik.com, 27/01/2009) Jika demikian, bagaimana sesungguhnya Pemilu—juga kedudukan golput—dalam pandangan hukum Islam?

Hukum Pemilu Menurut Syariah
Pemilu di Indonesia saat ini ditujukan untuk: 1) Memilih wakil rakyat yang akan duduk di DPR/Parlemen; 2) Memilih penguasa.

1. Memilih wakil rakyat.
Dalam pandangan hukum Islam, Pemilu untuk memilih wakil rakyat merupakan salah satu bentuk akad perwakilan (wakalah). Hukum asal wakalah adalah mubah (boleh). Dalilnya antara lain: Pertama, hadis sahih penuturan Jabir bin Abdillah ra. yang berkata: Aku pernah hendak berangkat ke Khaibar. Lalu aku menemui Nabi saw. Beliau kemudian bersabda:

إِذَا أَتَيْتَ وَكِيْلِيْ بِخَيْبَرَ فَخُذْ مِنْهُ خَمْسَةَ عَشَرَ وَسَقًا
Jika engkau menemui wakilku di Khaibar, ambillah olehmu darinya lima belas wasaq (HR Abu Dawud).

Kedua, dalam Baiat ‘Aqabah II, Rasulullah saw. pernah meminta 12 wakil dari 75 orang Madinah yang menghadap kepada Beliau saat itu. Keduabelas wakil itu dipilih oleh mereka sendiri.
Wakalah itu sah jika semua rukun-rukunnya dipenuhi. Rukun-rukun tersebut adalah: adanya akad (ijab-qabul); dua pihak yang berakad, yaitu pihak yang mewakilkan (muwakkil) dan pihak yang mewakili (wakîl); perkara yang diwakilkan; serta bentuk redaksi akad perwakilannya (shigat tawkîl). Semuanya tadi harus sesuai dengan syariah Islam.

Menyangkut Pemilu untuk memilih wakil rakyat, yang menjadi sorotan utama adalah perkara yang diwakilkan, yakni untuk melakukan aktivitas apa akad perwakilan itu dilaksanakan. Dengan kata lain, apakah aktivitas para wakil rakyat itu sesuai dengan syariah Islam atau tidak. Jika sesuai dengan syariah Islam maka wakalah tersebut boleh dilakukan. Sebaliknya, jika tidak sesuai maka wakalah tersebut batil dan karenanya haram dilakukan.

Sebagaimana diketahui, paling tidak, ada 2 (dua) fungsi utama wakil rakyat di DPR/Parlemen. Pertama: melegislasi UUD/UU. Berkaitan dengan fungsi legislasi ini, tidak ada pilihan lain bagi kaum Muslim dalam mengatur kehidupan pribadi, masyarakat, dan negaranya kecuali dengan menggunakan syariah Allah SWT (Lihat, misalnya: QS Yusuf [12]: 40; QS an-Nisa [4]: 65; QS al-Ahzab [33]: 36). Oleh karena itu, setiap aktivitas pembuatan perundang-undangan yang tidak merujuk pada wahyu Allah (al-Quran dan as-Sunnah) merupakan aktivitas menyekutukan Allah SWT (Lihat: QS at-Taubah [9]: 31). Pelakunya juga bisa terkategori kafir, fasik atau zalim (Lihat: QS al-Maidah [5]: 44; 45; 47).

Dalam Islam, kedaulatan hanyalah milik Allah, bukan milik rakyat sebagaimana yang terdapat dalam sistem demokrasi. Artinya, yang diakui dalam Islam adalah 'kedaulatan syariah', bukan kedaulatan rakyat. Ini berarti, dalam Islam, hanya Allahlah yang berhak menentukan halal-haram, baik-buruk, haq-batil, serta terpuji-tercela; bukan manusia (yang diwakili oleh para wakil rakyat) sebagaimana dalam sistem demokrasi. Allah SWT berfirman:

إِنِ الْحُكْمُ إِلاَّ ِللهِ
Hak membuat hukum itu hanyalah milik Allah (QS Yusuf [12]: 40)

Karena itu, hukum wakalah dalam konteks membuat dan melegalisasikan UU yang tidak bersumber pada syariah, atau hukum Allah, jelas tidak boleh.
Kedua: fungsi pengawasan. Menyangkut fungsi pengawasan DPR/Parlemen—berupa koreksi dan kritik terhadap pemerintah/para penguasa atau UU yang digodok dan dihasilkan oleh DPR—jelas hukumnya wajib secara syar’i. Fungsi tersebut terkategori ke dalam aktivitas amar makruf nahi munkar, yang wajib dilakukan oleh setiap Muslim, terlebih para wakil rakyat.
Jadi, dalam pandangan hukum Islam, Pemilu untuk memilih para wakil rakyat hukumnya dikembalikan kepada dua fungsi yang mereka mainkan di atas.

2. Memilih penguasa.
Adapun dalam konteks memilih penguasa, Islam memiliki pandangan tersendiri yang berbeda dengan pandangan politik demokrasi sekular. Dalam sistem politik Islam, aktivitas memilih dan mengangkat penguasa (imam/khalifah) untuk melaksanakan hukum-hukum Islam bukan hanya boleh, bahkan wajib. Sebab, imam/khalifah tersebut diangkat dalam rangka menjalankan hukum-hukum syariah dalam negara, dan ketiadaan imam/khalifah akan menyebabkan tidak terlaksanakan hukum-hukum syariah tersebut.

Adapun dalam sistem demokrasi, Pemilu untuk memilih penguasa adalah dalam rangka menjalankan sistem sekular, bukan sistem Islam. Karena itu, status Pemilu Legislatif tidak sama dengan Pemilu Eksekutif. Dalam konteks Pemilu Legislatif, status Pemilu tersebut merupakan akad wakalah sehingga berlaku ketentuan sebelumnya. Namun, dalam konteks Pemilu Eksekutif, statusnya tidak bisa lagi disamakan dengan status akad wakalah, melainkan akad ta’yîn wa tanshîb (memilih dan mengangkat) untuk menjalankan hukum-hukum tertentu. Dalam hal ini statusnya kembali pada hukum apa yang hendak diterapkan. Jika hukum yang diterapkan adalah hukum Islam maka memilih penguasa bukan saja mubah/boleh, melainkan wajib. Demikian juga sebaliknya.

Tinjauan Politik
Selain tinjauan dari segi syariah, Pemilu (khususnya dalam memilih para wakil rakyat) dan fenomena golput juga bisa ditinjau dari kacamata politik. Dalam hal ini, Jubir HTI, HM Ismail Yusanto, berpandangan: Pertama, UU Pemilu sendiri menyebut bahwa memilih itu hak, bukan kewajiban. Jadi, bagaimana mungkin hak itu dihukumi haram ketika orang itu tidak mengambilnya. Lagipula, memilih untuk tidak memilih itu berarti juga memilih. Jadi, fatwa haram golput itu sendiri secara filosofis bermasalah.

Kedua, sekarang ini berkembang fenomena golput di mana-mana. Dalam Pilkada itu golput sampai 45%-47%. Ini angka yang sangat tinggi. Itu harus dipahami secara lebih mendalam. Jangan-jangan itu merupakan cerminan dari ketidakhirauan masyarakat karena mereka melihat bahwa proses politik (Pemilu) itu tidak memberikan pengaruh apa-apa terhadap kehidupan mereka.

Ketiga, ketika orang tidak menggunakan pilihan politiknya tidak bisa dikatakan bahwa dia apolitik. Sebab, boleh jadi hal itu didasarkan pada pengetahuan politik dan sikap politik; bahwa dia tidak mau terus-menerus terjerumus dalam sistem sekular yang terbukti bobrok ini.
Keempat, terkait dengan Hizbut Tahrir, Hizb memandang bahwa aktivitas politik itu tidak berarti mengharuskan Hizb ada di parlemen. Mengoreksi penguasa adalah bagian aktivitas politik. Mendidik umat dengan pemikiran dan hukum-hukum Islam juga merupakan aktivitas politik. Selama ini, itulah di antara yang telah, sedang dan akan terus-menerus dilakukan oleh Hizb (Hizbut-tahrir.or.id, 27/1/2009).

Sikap Kaum Muslim Seharusnya
Berdasarkan penjelasan di atas, sikap yang harus ditunjukkan oleh setiap Muslim adalah:
  1. Tidak memilih calon/partai manapun yang nyata-nyata tidak sungguh-sungguh memperjuangkan tegaknya syariah Islam, apalagi sampai mengokohkan sistem sekular saat ini.
  2. Berjuang secara serius dan terus-menerus untuk menerapkan syariah Islam dan mengubah sistem sekular ini menjadi sistem Islam dengan metode yang telah digariskan oleh Rasulullah saw., yaitu melalui pergulatan pemikiran (as-shirâ' al-fikri) dan perjuangan politik (al-kifâh as-siyâsi). Perjuangannya itu diwujudkan dengan mendukung individu, kelompok, jamaah, dan partai politik yang nyata dan konsisten berjuang demi tegaknya Khilafah dan diterapkannya syariah Islam.
  3. Secara sendiri-sendiri atau bersama tetap melakukan kritik dan koreksi terhadap para penguasa dan wakil rakyat atas setiap aktivitas dan kebijakan mereka yang bertentangan dengan syariah Islam.
  4. Tidak terpengaruh oleh propaganda orang-orang atau kelompok tertentu yang menyatakan bahwa mengubah sistem sekular dan mewujudkan sistem Islam mustahil dilakukan. Sebab, kaum Muslim pasti bisa melakukan perubahan jika berusaha keras, sungguh-sungguh, dan ikhlas karena Allah dalam berjuang. Allah pasti akan menolong orang yang menolong (agama)-Nya, termasuk merealisasikan tegaknya Khilafah bagi kaum Muslim untuk melanjutkan kembali kehidupan Islam (isti’nâfu al-hayâh al- Islâmiyah) melalui penerapan syariah Islam di dalam negeri dan mengemban risalah Islam ke seluruh dunia. Di bawah naungan Khilafah pula, umat Islam di seluruh dunia akan dapat disatukan kembali sekaligus menjadi umat terbaik, dan Islam pun akan menjadi pemenang atas semua agama dan ideologi sekalipun orang-orang kafir membencinya. Allah SWT berfirman:
وَيَوْمَئِذٍ يَفْرَحُ الْمُؤْمِنُونَ بِنَصْرِ اللهِ
Pada hari itu bergembiralah orang-orang Mukmin karena pertolongan Allah (QS ar-Rum [30]: 4-6)


sumber : Allahu Akbar

 
rianprestasi.blogspot.com is proudly powered by Blogger.com | Template by o-om.com