“Ukir Prestasi, Raih Jati Diri Dengan Usaha, Rasa Cinta, dan Penuh Keikhlasan Kepada-Nya [U Can, If U Think U Can]"

Thursday, September 25, 2008

Terlintas di depan kita persoalan yang sudah menjadi polemik berkepanjangan dalam masyarakat yang semula hanya sebagai asumsi, hipotesis atau pun prediksi, namun tampaknya sekarang sudah menjadi langkah konkret yang tidak perlu dibantah. Persoalan tersebut adalah tentang pernikahan dini. Pernikahan dini merupakan sebuah perkawinan di bawah umur yang target persiapannya belum dikatakan maksimal baik dari segi persiapan fisik, persiapan mental juga persiapan materi.

Walau pun demikian, hal itu tetap saja dilakukan walaupun berbagai fakor yang melatar belakanginya. Pernikahan dini kini sangat marak dilakukan, dan tentunya ini akan menjadi permasalahan yang besar ketika tidak ada pencarian analisa masalah yang tepat yang didasari oleh data yang akurat dan terpercaya serta solusi yang alternatif untuk memecahkan masalah ini. Tulisan ini akan mencoba menjelaskan secara mendetil tentang dampak buruk pernikahan dini, pendewasaan usia kawin, keluarga sejahtera dan pemerintah peduli remaja berupa solusi baru yang lebih objektif yang dapat dijadikan sebagai langkah awal untuk mengatasi maraknya pernikahan dini.

Remaja Masa Kini Tidak Menikah Dini
Remaja merupakan masa transisi dari masa kekanak-kanakan menjadi seorang yang dewasa. Remaja merupakan bibit awal suatu bangsa untuk menjadi bangsa yang lebih baik, bermartabat dan kuat. Oleh karena itulah, masa depan suatu bangsa terletak di tangan para remaja. Saat ini problematika yang terjadi pada para remaja adalah banyaknya remaja yang ingin membina rumah tangga dengan melakukan pernikahan dini. Bila ditelusuri, banyak faktor yang menyebabkan remaja melakukan pernikahan dini; bisa karena pergaulan bebas akibatnya terjadi perkawinan di luar pernikahan. Faktanya, di magelang tercatat ada sekitar 1456 kasus kehamilan diluar nikah dalam setahun . Hal lain ialah informasi yang menyimpang yang mengubah gaya pandang remaja atau bisa juga disebabkan oleh faktor ekonomi.

Walaupun banyaknya faktor yang melatar belakangi pernikahan dini, akan tetapi dampak buruk yang terjadi ketika melakukan pernikahan dini lebih banyak pula. Dampak tersebut terdiri dari dampak fisik dan mental. Secara fisik, dampak yang terjadi berupa :

1) remaja itu belum kuat, tulang panggulnya masih terlalu kecil sehingga bisa membahayakan proses persalinan . Untuk Nanggroe Aceh Darussalam, pada periode Januari sampai September 2006, dari 112.667 ibu hamil ditemukan 84 orang meninggal .

2) Perempuan yang menikah dibawah umur 20 tahun beresiko terkena kanker leher rahim, pada usia remaja sel-sel leher rahim belum tumbuh dengan matang. Kalau terpapar oleh Human Papiloma Virus (HPV) maka pertumbuhan sel akan menyimpang menjadi kanker. dr Nugroho Kampono,Sp.OG menyebutkan kanker leher rahim menduduki peringkat pertama kanker yang menyerang perempuan Indonesia, angka kejadiannya saat ini 23 persen di antara kanker lainnya.

3) Remaja akan mengalami masa reproduksi lebih panjang, sehingga memungkinkan banyak peluang besar untuk melahirkan dan mempunyai anak. Secara Nasional, tingkat laju pertumbuhan penduduk sekitar 1,6 persen pertahun atau sekitar 3-4 juta bayi lahir setahunnya. Ini menjadi angka yang sangat fantastis dan membahayakan.Bila tingkat kelahiran di Aceh juga meningkat maka kemungkinan besar akan menyebabkan polemik baru di Aceh. Aceh dengan provinsi yang masih berbenah baik dari segi kesehatan, lapangan kerja, pemerintahan juga ekonomi pasca konflik dan Tsunami maka akan terciptanya permasalahan yang krusial yang harus di hadapi oleh pemerintah Aceh.

4) Akibat pernikahan dini, para remaja saat hamil dan melahirkan akan sangat mudah menderita anemia.

5) Menjadi salah satu penyebab tingginya angka kematian bayi, pada periode Januari sampai September 2006, dari kelahiran bayi 102.905 orang tercatat 222 orang meninggal dunia . Kemudian, ketidaksiapan fisik juga tidak terjadi pada remaja yang melakukan pernikahan dini akan tetapi juga terjadi pada anak yang dilahirkan. Dampak buruk tersebut berupa bayi lahir dengan berat rendah, hal ini akan menjadikan bayi tersebut tumbuh menjadi remaja yang tidak sehat, tentunya ini juga akan berpengaruh pada intellegenci si anak.

Dari segi mental, 1) secara medis usia bagus untuk hamil 25-35 tahun, maka bila usia kurang meski secara fisik dia telah menstruasi dan bisa dibuahi, namun bukan berarti siap untuk hamil dan melahirkan serta mempunyai kematangan mental untuk melakukan reproduksi yakni berpikir dan dapat menanggulangi resiko-resiko yang akan terjadi pada masa reproduksinya, seperti misalnya terlambat memutuskan mencari pertolongan karena minimnya informasi sehingga terlambat mendapat perawatan yang semestinya.

2) Pernikahan dini juga menghentikan kesempatan seorang remaja meraih pendidikan yang lebih tinggi, berinteraksi dengan lingkungan teman sebaya, sehingga dia tidak memperoleh kesempatan pengetahuan dan wawasan yang lebih luas, hal ini juga berimplikasi terhadap kurangnya informasi dan sempitnya dia mendapatkan kesempatan kerja, otomatis lebih mengekalkan kemiskinan. 3) Dari sisi sosial, pernikahan dini merupakan salah satu faktor penyebab tindakan kekerasan terhadap istri, ini timbul karena tingkat berpikir yang belum matang bagi pasangan muda tersebut. Data statistik lengkap mengenai Kasus Dalam Rumah Tangga (KDRT atau domestic violence) Mitra Perempuan Women’s Crisis Center di Yogyakarta menyebutkan selama periode 1994 samapai 2004, menerima pengaduan 994 kasus kekerasan yang terdata, selanjutnya Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan menyebutkan 11,4 persen dari 217 juta penduduk Indonesia atau setara dengan 24 juta perempuan mengaku perngah mengalami kekerasan dalam rumah tangga.

Kemudian, 4) depresi berat (neoritis depresi) akibat pernikahan dini ini, bisa terjadi pada kondisi kepribadian yang berbeda. Pada pribadi tertutup (introvert) akan membuat si remaja menarik diri dari pergaulan. Dia menjadi pendiam, tidak mau bergaul, bahkan menjadi seorang yang gila (schizoprenia). Sedang depresi berat pada pribadi terbuka (ekstrovert) sejak kecil, si remaja terdorong melakukan hal-hal aneh untuk melampiaskan amarahnya. Seperti; pertikaian rumah tangga yang tak kunjung usai dan tak jelas masalahnya, anak dicekik dan sebagainya. Dengan kata lain, secara psikologis kedua bentuk depresi sama-sama berbahaya.

Melalui Pendewasaan Usia Kawin, Kita Bangun Keluarga Sejahtera
Secara etimologi, perkawinan mempunyai dua makna. Dari sisi substansi syari’ah dalam pandangan Islam, perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang suami isteri dengan tujuan menciptakan keluarga yang bahagia, sejahtera, damai, tenteram dan kekal sebagaimana yang tersurat dalam QS. Ar-Rum : 212. Dari sisi Sosiologi, perkawinan adalah penyatuan dua keluarga besar, terbentuknya pranata sosial yang mempertemukan beberapa individu dari dua keluarga yang berbeda dalam satu jalinan hubungan.

Secara undang-undang, perkawinan dini selalu dikaitkan dengan usia pernikahan yang dilaksanakan pada ambang batas atau di bawah usia dengan ketentuan 19 tahun untuk laki-laki dan 16 tahun untuk perempuan. Ambang batas tersebut sebenarnya baru “awal kebolehan” yang ditolerir oleh hukum di negara kita. Tapi bagaimana dengan kesiapan yang lainnya, kesiapan sosial, kesiapan mental dan fisik, di sinilah perlu kiranya kita mempertimbangkan kondisi perkawinan yang mencukupi untuk dapat dikatakan cukup matang dalam persiapan.

Pada dasarnya, rumah tangga dibangun atas komitmen bersama dan merupakan pertemuan dua pribadi berbeda. Kalau keduanya bisa saling merubah, itu hanya akan terjadi kalau dua-duanya sama-sama dewasa. Namun, hal ini sulit dilakukan pada pernikahan usia remaja.

Tentunya dengan kematangan faktor kedewasaan baik dari segi pola pikir dan umur, tentunya ini akan menjadi fakor pendukung terciptanya sebuah keluarga sejahtera.

Keluarga Sejahtera dan Pemerintah Peduli Remaja
Makin maraknya pernikahan dini yang dilakukan oleh remaja saat ini dan bahkan menjadi trend yang berujung pada sebuah keharusan, tentunya perlu ada upaya penyelesaian yang kontruktif untuk dapat menyelesaikan masalah tersebut. Upaya tersebut merupakan bentuk perlindungan remaja sejak dini selaku warga negara yang berhak mendapatkan perlindungan yang berujung pada kesejahteraan. Upaya penyelesaian berupa solusi tersebut tentunya harus ada singkronisasi antara pemerintah dan keluarga agar didapatinya hasil yang semaksimal mungkin.

Keluarga sebagai komunitas terkecil yang sangat banyak berinteraksi dengan remaja (anak mereka, red), tentunya yang menjadi tanggung jawab mereka selaku orang tua dengan memberikan pendidikan dini tentang pergaulan dan pernikahan dini. Hal ini pun, hanya bisa terjadi bila keluarga dalam hal ini orang tua bisa menjadi orang yang mereka teladani dan dihormati dalam segala aktivitas sebagai contoh terdekat dari mereka.

Keluarga pun harus menjadi pengontrol (fungtion control) terhadap segala aktivitas yang mereka lakukan, agar anak-anak mereka yang tumbuh menjadi dewasa tidak terjebak dalam keadaan yang salah, bisa dari segi pergaulan atau sebagainya.

Walaupun demikian, perlidungan remaja kiranya turut dilaksanakan oleh sebuah konstitusi yaitu pemerintah sendiri, dalam konteks Aceh ialah Pemerintah Aceh. Langkah awal yang perlu kiranya dipersiapkan oleh pemerintah Aceh sendiri dengan adanya sebuah agenda umum (common agenda) yang kiranya menjadi acuan tentang perlindungan remaja dan permasalahan pernikahan dini. Hal ini tentunya terjalin atas kesepakatan semua pihak.

Pemerintah Aceh melalui BKKBN Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam harus mensosialisasikan tentang efek buruk pernikahan dini ke seluruh lapisan masyarakat, kota maupun desa. Tentunya dengan target yang telah direncanakan, serta Pemerintah Aceh mendorong masa hamil sebaiknya dilakukan pada usia 25–35 tahun . Pada tataran aplikasi, bila perlu pemerintah Aceh menetapkan sebuah aturan kepada remaja Aceh, sebagai salah satu contoh SMU Negeri I Denpasar melarang pernikahan dini bagi para pelajar SMU.

Dari paparan di atas, perlindungan remaja sangatlah penting dilakukan, hal ini difaktori karena remaja hari ini adalah pemimpin hari esok, keadaan remaja hari ini merupakan gambaran keadaan bangsa dan negara di hari esok. Kiranya ini menjadi sebuah cacatan penting bagi Indonesia dan Acseh untuk menjadi yang lebih baik.

note : Hanya dari segi Kesehatan bukan Agama

0 komentar:

:)) ;)) ;;) :D ;) :p :(( :) :( :X =(( :-o :-/ :-* :| 8-} :)] ~x( :-t b-( :-L x( =))

Post a Comment

Silakan Tinggalkan Pesan di Blog Rian

 
rianprestasi.blogspot.com is proudly powered by Blogger.com | Template by o-om.com